Sabtu, 09 Agustus 2014

IPPHTI:Padi “Jokowi” Ala Heinrich Dengi Di Sumba Timur


Persemaian padi pola SRI model panggung/bale bambu

 Barangkali sudah umum kita melihat atau melakukan jika ingin tanam padi tebar benih tidak diperhitungkan bahkan bisa sisa dengan lahan yang ada. Rasanya kurang puas saat tebar benih bila sedikit apalagi kurang,terlebih jika menghadapi ada serangan hama keong mas di sawah kita.
“Biasanya jika kebutuhan petani di sini tebar benih sekitar 60 hingga 80 kg setiap hektarnya. Memang sejak nenek moyang sudah begitu.” ujar Bapak Anggi petani di Lambanapu.
“Bahkan tanampun harus banyak 5 sampai 6 anakan ,karena takut dimakan keong jadi ada sisa.” ujarnya lagi
Penyemprotan dengan pupuk organik
Cerita di atas adalah hal biasa bagi sebagian besar petani padi di pulau Sumba sebab sudah turun temurun. Namun apa yang di lakukan oleh Heinrich Dengi mungkin tidak biasa. Di saat orang -orang tebar benih berlimpah justru sebaliknya.
:Pola yang diterapkan nya yaitu pola SRI (sistem Rice of Intensifikasi) sebuah pola yang memiliki beberapa keuntungan bagi para petani. Selain hemat bibit (hanya  8 kg/ha),hemat air,hemat biaya,tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia dengan potensi hasil sekitar 10 sampai 12 ton setiap hektarnya.
“Waktu tanam usia semai baru 8 hari dengan tanam hanya satu anakan saja, masuyarakat di sini biasa 5 sampai 6 dalam satu tancapan.begitupun usia semai padi 3 minggu samapi satu bulan baru tanam.” ujar Heinrich
“Ini merupakan percontohan dan hal baru bagi masyarakat semoga  mampu merubah pola pikir masyarakat di Sumba Timur. Sebab dengan melihat kerja nyata begini bukan dongeng  lagi atau sekedar teori belaka.” tambahnya
Padi yang ditanamnya kini usia 18 hari setelah tanam (HST) sudah memiliki  4 sampai 5 anakan .
Usia 18 hari 5 anakan
“saya namakan ini padi “Jokowi” sebab waktu tanam pak “Jokowi” yang menang berdasar keputusan KPU Pusat pada Pilpres tahun 2014..Heinrich menjelaskan nama padinya.
Dari penuturannya beliau ingin sekali membantu nasib para petani di daerah kelahirannya dengan cara seperti ini.sebab katanya,petani harus melihat langsung apa yang dilakukannya baru mereka akan mengikutinya. Tiap hari ada saja beberapa petani sengaja berkunjung untuk melihat karyanya sebagai perbandingan.
Secara umum daerah Sumba Timur areal pertanianya paling luas ,bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di pulau Sumba.namun untuk urusan pangan masih dikirim dari luar.,hanya dengan pola SRI petani di sumba akan mampu menjawab kebutuhan pangannya alasannya ini memiliki banyak keuntungan.Karena pola yang dipakai sistem SRI,jadi dengan sendirinya hama keongpun bisa teratasi . sebab pola ini hemat air.
”Pertama kali pola ini dikenalkan oleh(Ikatan Petani Pengendalian Hama terpadu Indonesia) IPPHTI pada tahun 2012, sewaktu Kabupaten Sumba Timur dilanda rawan pangan akibat kemarau panjang.,namun sepertinya pemerintah setempat kurang menanggapinya,padahal pola SRI sangat cocok diterapkan dengan kondisi di Sumba Timur. Serta mampu melawan perubahan iklim”cerita Heinrich.Dengi di sawahnya daerah Lambanapu,Sumba Timur.
Karya apapun yang sifatnya nyata pasti akan cepat diikuti oleh masyarakat banyak.
Semoga dengan adanya  pola  baru serta perubahan baru apa yang dilakukannya mampu membawa pada kemajuan daerah Sumba Timur hingga  bisa maju sejajar dengan daerah lain.
Ya semoga……


(Rahmat Adinata,Waingapu 9/8/14)






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar