Kamis, 31 Juli 2014

Kegiatan IPPHTI Mencerdaskan Petani Di Pulau Sumba

Jangan bicara perluasan lahan pertanian semisal sawah,akan dibuka sekian juta hektar atau akan mampu berswasembada pangan sekian juta ton.ini merupakan kalimat atau kata-kata retorika  belaka.
Namun pada kenyataannya kebutuhan pangan tetap saja didatangkan dari negara luar.
semua target di atas akan mampu terlaksana dalam jangka yang panjang dengan syarat; Petaninya terlebih dahulu dibekali sumber daya manusianya,petani harus dimuliakan atau dijadikan subyek,hal inilah yang paling utama,sebab petani sebagai pelaku langsung di lapangan namun terkadang yang memiliki kebijakan selalu alfa memperhatikannya.
Sudah saatnya negara kita sebagai negara "agraris" mampu terlebih dahulu membangun kemandirian dan kemerdekaan petani melalui:
1.Petani harus jadi subyek/penentu di lahannya masing-masing.
2.Petani harus dibekali pengetahuannya.
3.Petani harus swasembada pupuk
4.Petani harus swasembada bibit
5.Petani mendapatkan hak informasi pasar
Hanya dengan cara-cara seperti inilah langkahnya agar dunia pertanian yang menghasilkan pangan bagi bangsa ini,bisa terwujud. seberapa besar bantuan dari pusat ke daerah jika sasarannya tidak tepat akan mengalami kemubajiran semata.


    Persemaian padi model SRI/ diatas panggung; Hemat bibit (Hanya 8 kg/hektar),tanam satu (jarak 25X25 cm),Hemat air,bibit muda (12 hari tanam)tanpa menggunakan pupuk kimia. potensi hasil 10 -12 ton/ha

Ditulis : di Pengalengan ahir Juli 2014  (Rahmat Adinata)

Rabu, 30 Juli 2014

Foto di Pulau Sumba

Gubernur NTT Frans Lebu Raya Saat berkunjung ke Petani di Waingapu 18-oktober-2013 dalam rangka Hari Pangan Sedunia (HPS) ( ternyata hanya seremonial belaka)                                                     


                                                           Di Laut Londalima ,Kanatang








Kamis, 10 Juli 2014

“Menanam Dengan Hati”



 
Ada keseriusan dan kegembiraan pada sore iitu di lahan belajar Sekolah Lapang Pertanian Organik,SLPO Kondamara,Desa Kondamara,Kecamatan Lewa,Kabupaten Sumba Timur. Sebanyak 19 siswa-siswi SMKN 4 Lewa, ikut terlibat dalam praktek Sekolah Lapang. Mereka membaur dengan para petani lokal yang sudah terlebih dahulu ikut Sekolah Lapang.
Lahan yang mereka pakai seluas 6 hektar dengan memanfaatkan air untuk penyiraman tanaman dari energi sinar matahari.
Anak-anak sekolah ini masuk kelas 3, mereka sudah seharusnya praktek lapangan sebab suatu saat akan terjun langsung ke masyarakat,baik sebagai pelaku maupun sebagai pembimbing bidang pertanian di masyarakat nantinya.
Kita patut bersyukur ternyata masih ada sekolah bagian pertanian untuk pilihan mereka yang menekuninya,bila dibandingkan dengan daerah –daerah lain jurusan pertanian bukan yang pavorit,mungkin disebabkan oleh beberapa hal.
Yang menyedihkan Negara kita kenyataannya hanyalah sebutan saja sebagai Negara “AGRARIS”? namun nasibnya sangat “IRONIS” sebab sebagian pangan masih dikirim dari luar negri.padahal iklim kita cocok,tanah kita subur,tapi Negara masih ketergantungan dengan Negara luar.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mulai bulan januari hingga Nopember 2013, ada 29 jemis bahan pangan yang dikirim dari luar negri demgan total 17 miliar kg ,senilai Rp 100,4 triliun. Benarkah kita sebagai Negara agraris ? sebagai negara penghasil pangan yang mampu menghidupi rakyatnya? Namun panganya masih tidak mandiri?  

Sejatinya bahan pangan tersebut tidak perlu didatangkan dari Negara luar,seandainya tata kelolanya benar, tidak amburadul . Jika selamanya para petani dijadikan obyek dalam program-program pemerintah ,jangan harap Negara kita bisa mandiri dalam pangan.
Untuk itu seharusnya para petani dibekali Sumber Daya Manusianya (SDM). Dengan memposisikan petani sebagai subyek atau sebagai pemimpin dan penentu di lahannya masing-masing. Agar para petani kita tidak ketergantungan pada pihak manapun.
Berkenaan dengan hal di atas,ada bebberapa orang siswa belajar di lahan pertanian organik  SLPO Kondamara,mungkin inilah yang akan menjadi titik embrio bagi kemajuan petani atau kemandirian pangan bagi suatu daerah, khusus untuk kabupaten Sumba Timur dan umumnya Negara kita yang “AGRARIS”…
Mereka di lapangan belajar pengolahan lahan yang baik dan benar, belajar pembibitan hotikultura,serta bagaimana penanganan hama dan penyakit dengan bahan pestisida nabati yang ramah lingkungan.
Tentu saja hanya dengan mengenalkan pola pertanian organiklah pada mereka agar ramah lingkungan serta berkelanjutan ,supaya ke depan nanti tidak dibuat ketergantungan,sebab bahan-bahan organik sudah tersedia di sekitar alam kita.
Jika kita sadar, anak-anak tak seharusnya dijejali dengan setumpuk teori yang membuat mereka tidak kenal jati dirinya. Hanya praktek lapanganlah yang akan membentuk karakteristik mereka kelak .
Marilah menanamkan dengan hati pada anak-anak kita,agar bisa dipanen dengan memuaskan.......
Bangunlah Jiwanya……
Bangunlah Badanya…..
Untuk Indonesia Raya…..


Rahmat Adinata,Waingapu,Juli-2014