Minggu, 13 Januari 2013

"MELIBAS PANTANGAN"



PANTANGAN, kata itu selalu menjadi pengendali kita dalam keseharian hidup dalam bermasyarakat, sebab apabila kata itu sudah menyebar maka orang-orang tidak akan melakukannya, alasannya sudah jelas takut kualat atau takut merugi dikemudian hari, sebab apabila melawan pantangan akan menerima sebuah kutukan.

Namun apakah semua pantangan akan terus dibiarkan tanpa kita mengetahui penyebab dan dampaknya? Ataukah hanya mengikuti apa kata orang? Terkadang kita juga sering tidak jujur pada diri sendiri dengan adanya “pantangan “ itu, tanpa mau mempelajarinya secara mendalam.

Jika musim hujan tiba, para petani di Sumba Timur seolah takut menanam sayur, sepertinya ada sebuah kutukan. Sebab jika mereka tanam sayuran saat hujan tiba selalu gagal panen. Ahirnya beranggapan bahwa menanam sayur saat hujan mereka enggan melakukannya, ini sudah membudaya sejak dulu.
Dampak dari sebuah “pantangan” ini masyarakat jarang mengkonsumsi sayur karena disamping langka dan mahal di pasaran.
“kalau musim hujan begini yang ada  dipasar hanya daun singkong, bayam serta kangkung sungai yang rame, itupun menurut kami terbilang mahal.” Kata Dinayati seorang ibu rumah tangga penduduk Kalu.
“ Sayuran yang ada di pasar  dan yang berkwalitas itu dikirim dari luar, makanya jika kapal laut bersandar pasti sayuran banyak di pasaran. Namun  harganya tetap saja mahal mungkin karena ongkos angkutnya jauh. “ Solvina teman dinayati menambahkan.
Unik, aneh serta ajaib memang disaat hujan turun para petani di luaran sana berlomba menanam sayuran , justru di Sumba sebaliknya. Inikah yang disebut “Pantangan”? sehingga dampaknya masyarakat diseret pada kemiskinan? Membuat  masyarakat menjadi konsumtif?
Untuk mengantisipasi kelangkaan sayuran di Sumba Timur. Saat ini Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI  sedang melakukan bimbingan tetntang berbudidaya sayuran (holtikultura) saat musim hujan.
Ada beberapa kelompok tani yang dibimbing oleh IPPHTI, seperti Kelompok tani Kawara Pandulang di daerah Kalu, Lata luri di Lamenggit Kelurahan Matawai, Kelompok Wanita Tani daerah Kandara dan kelompok Panda Organik di Panda ,Kelurahan Wangga, Kecamatan Kambera, Sumba Timur.
Sedangkan jenis tanaman sayur yang mereka tanam bervariasi, seperti Kol, bunga Kol, jenis sawi, pakcoy, tomat , semangka dll.
“Selama  kami sebagai petani belum pernah ada yang mengajarkan  pola seperti ini, sekalipun dari dinas pertanian setempat, sepertinya mereka tiarap terus.” Jelas Martinus Dhawalu  anggota kawara Pandulang setengah kesal.
“sebgai petani kami berjuang sendirian, mungkin sudah nasibnya .”ujar domisianus petani Panda organik, setengah menyesali diri.
“Beruntung IPPHTI mau berbagi dengan petani Sumba Timur, sehingga kami berani mencoba tanam sayur saat hujan tiba.” Katanya lagi.

Mungkin jika pihak –pihak terkait bisa bergandengan tangan dalam membangun kemandirian pangan di Bumi Marapu ini akan sangat terasa indah.
Alam memang penuh dengan misterius, hujan merupakan anugrah bukan musibah.Sedangkan Tanda –tanda alam diperuntukan bagi orang-orang yang mau berpikir.
(Radita)















Kampung Mandiri Pangan “Panda Organik”