Namun apakah
semua pantangan akan terus dibiarkan
tanpa kita mengetahui penyebab dan dampaknya? Ataukah hanya mengikuti apa kata
orang? Terkadang kita juga sering tidak jujur pada diri sendiri dengan adanya
“pantangan “ itu, tanpa mau mempelajarinya secara mendalam.
Jika musim
hujan tiba, para petani di Sumba Timur seolah takut menanam sayur, sepertinya
ada sebuah kutukan. Sebab jika
mereka tanam sayuran saat hujan tiba selalu gagal panen. Ahirnya beranggapan
bahwa menanam sayur saat hujan mereka enggan melakukannya, ini sudah membudaya
sejak dulu.
Dampak dari
sebuah “pantangan” ini masyarakat
jarang mengkonsumsi sayur karena disamping langka dan mahal di pasaran.
“kalau musim
hujan begini yang ada dipasar hanya daun
singkong, bayam serta kangkung sungai yang rame, itupun menurut kami terbilang
mahal.” Kata Dinayati seorang ibu
rumah tangga penduduk Kalu.
“ Sayuran
yang ada di pasar dan yang berkwalitas
itu dikirim dari luar, makanya jika kapal laut bersandar pasti sayuran banyak
di pasaran. Namun harganya tetap saja
mahal mungkin karena ongkos angkutnya jauh. “ Solvina teman dinayati
menambahkan.
Unik, aneh
serta ajaib memang disaat hujan turun para petani di luaran sana berlomba
menanam sayuran , justru di Sumba sebaliknya. Inikah yang disebut “Pantangan”?
sehingga dampaknya masyarakat diseret pada kemiskinan? Membuat masyarakat menjadi konsumtif?
Untuk
mengantisipasi kelangkaan sayuran di Sumba Timur. Saat ini Ikatan Petani Pengendalian
Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI sedang
melakukan bimbingan tetntang berbudidaya sayuran (holtikultura) saat musim
hujan.
Ada beberapa
kelompok tani yang dibimbing oleh IPPHTI,
seperti Kelompok tani Kawara Pandulang di daerah Kalu, Lata luri di Lamenggit
Kelurahan Matawai, Kelompok Wanita Tani daerah Kandara dan kelompok Panda Organik di Panda ,Kelurahan
Wangga, Kecamatan Kambera, Sumba Timur.
Sedangkan
jenis tanaman sayur yang mereka tanam bervariasi, seperti Kol, bunga Kol, jenis
sawi, pakcoy, tomat , semangka dll.
“Selama kami sebagai petani belum pernah ada yang
mengajarkan pola seperti ini, sekalipun
dari dinas pertanian setempat, sepertinya mereka tiarap terus.” Jelas Martinus
Dhawalu anggota kawara Pandulang
setengah kesal.
“sebgai
petani kami berjuang sendirian, mungkin sudah nasibnya .”ujar domisianus petani
Panda organik, setengah menyesali diri.
“Beruntung IPPHTI mau berbagi dengan petani Sumba
Timur, sehingga kami berani mencoba tanam sayur saat hujan tiba.” Katanya lagi.
Mungkin jika
pihak –pihak terkait bisa bergandengan tangan dalam membangun kemandirian
pangan di Bumi Marapu ini akan sangat terasa indah.
Alam memang
penuh dengan misterius, hujan merupakan anugrah bukan musibah.Sedangkan Tanda –tanda alam
diperuntukan bagi orang-orang yang mau berpikir.
(Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar