Kamis, 04 Juni 2015

Petani Lewa Tanam Padi dengan Pola SRI Panen Dua Kali Lipat
Jumat, 22 Mei 2015 09:41
Alfons Nedabang
PANEN PADI--Petani memanen padi yang ditanam dengan pola SRI di Lewa, Kabupaten Sumba Timur, Senin (18/5/2015).
POS KUPANG.COM, WAINGAPU--Petani di Kampung Lairina, Desa Tanarara, Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, menanam padi dengan pola SRI (System of Rice Intensification) setelah sebelumnya menggunakan cara-cara konvensional. Pola SRI dapat meningkatkan produktivitas padi hingga dua kali lipat.
SRI merupakan suatu teknologi budidaya padi yang menitikberatkan penghematan sumber daya, terutama air. Metode yang digabungkan dengan cara bercocok tanam secara organik ini, merupakan suatu inovasi dalam teknik budidaya padi.
Katoci Papu Abu adalah salah satu petani yang menanam padi dengan pola SRI. Pada Senin (18/5/2015), padi Sari Ayu yang sudah menguning di lahan sawahnya, dipanen.
Panen padi yang melibatkan sejumlah anggota keluarga dan rekan-rekan petaninya, diawali dengan doa dalam bahasa Sumba, dipimpin Anggal Hai Praing.
Dengan Sabit di tangan, laki perempuan, tua dan muda memotong padi. Dalam bahasa Sumba disebut Ka'wu (potong padi). Sambil memotong padi, mereka melantunkan syair adat yang disebut Wunda Nggaiya. Nyanyian bersama-sama tersebut bertujuan untuk memberi semangat.
Padi yang sudah terpotong dari batangnya, dikumpulkan. Selanjutnya acara Parinah (rontok padi). Mereka menggunakan pola tradisional, yaitu menginjak-injak hingga bulir padi terlepas. Saat menyentak-nyentak kaki, tangan memegang kayu yang sudah dibuat memalang, dengan dua tiang sebagai tumpuan. Wunda Nggaiya dilantunkan memberi semangat.
Parinah dengan cara tradisional nyaris sudah tidak ditemukan karena kebanyakan petani menggunakan mesin perontok padi.
Katochi Papu Abu mengatakan bertanam padi dengan pola SRI memberi keuntungan. Salah satunya yaitu pada usia 10 hari, bibit padi sudah panjang dan siap ditanam.

Petani Lewa Tanam Padi dengan Pola SRI Panen Dua Kali Lipat

Jumat, 22 Mei 2015 09:41

Alfons Nedabang
PANEN PADI--Petani memanen padi yang ditanam dengan pola SRI di Lewa, Kabupaten Sumba Timur, Senin (18/5/2015).
"Penyemaian bibit hanya 10 hari, panjang mayang sudah mencapai 27-30 cm. Kalau pola biasa, pada 10 hari panjang padi semaian hanya sejari sehingga belum bisa ditanam. Artinya, usia semai lebih pendek, berbeda dengan yang selama ini usia semai 3 minggu sampai 1 bulan. Keuntungan lainnya, sekarang hanya tanam satu anakan, sebelumnya biasa tanam 6 anakan," ujarnya.
"Jadi, bertanam dengan pola SRI lebih irit bibit dan tenaga. Perubahan cara tanam dan sebar ini pertama kali diterapkan di Lewa," tambahnya.
Dia mengungkapkan, memiliki lahan sawah seluas 2 hektar (Ha). Sebelum mengenal pola SRI, bibit padi yang digunakan untuk lahan seluas 2 ha sebanyak 16 kg. Sekarang hanya 8 kg bibit padi.
Dikatakannya, hasil panen juga berbeda. Kalau pola lama hasil panen 1 hektar minimal 2 ton. Tapi dengan pola SRI hasilnya meningkat 8-12 ton per hektar. Katochi Papu Abu berterima kasih kepada Rahmat Adinata dari Sumba 5 Organik yang senantiasa mengajari dan membimbing bertanam padi dengan pola SRI.
"Sebelumnya kami petani tidak ada pembimbing. Dengan ketemu beliau, pola kerja kami berubah. Kami juga mulai mengerti tentang pertanian organik," ujarnya.
Hal senada dikatakan Markus, petani lainnya.
"Kami berterima kasih kepada Pak Rahmat yang telah membimbing kami," ucap Markus. (aca)



Sumba Membangun Kemandirian Sambil Menjawab Kerisauan Global

Ditulis oleh Stepanus Makambombu   
Jumat, 23 Agustus 2013 21:26
Dua alamat facebook di dunia maya beberapa bulan terakhir ini telah mewarnai diskusi-diskusi tentang Sumba. Bagi facebookers, biasanya anda dikenali dari atributnya berupa pribadi atau kelompok diskusi. Tetapi atribut yang ini bukan sekedar atribut biasa, dari namanya mengantar kita pada sebuah gambaran visioner tentang bagaimana Pulau Sumba kedepannya dalam konstelasi Regional, Nasional bahkan Internasional. Kedua atribut ini mengajarkan sesuatu yang membumi pada alam Sumba, realistis dan bisa dilakukan (applicable). Atributnya sungguh menginspirasi, bahkan dari postingan yang diunduh inspirasi ini telah menghasilkan produk-produk yang sudah bisa dinikmati pada tingkat individu maupun kelompok kendatipun masih dalam lingkup terbatas.
Sumba Pulau Energi Terbarukan dan Sumba Pulau Organik merupakan dua atribut dimaksud yang juga adalah identitas program. Program pertama diinisiasi oleh Hivos sebuah NGOs internasional Belanda yang bekerjasama dengan Kementrian ESDM dan Pemda Sumba kemudian program kedua, diinisiasi individu- individu yang mencurahkan minatnya pada isu tersebut. Nampaknya, kumpulan individu-individu ini pun sudah meluas menjadi beberapa kelompok yang mulai menyebar pada wilayah Sumba. Sepengetahuan penulis, sebut saja diantara inisiator utamanya seperti Pak Rahmat Ipphti dan Pak Heinrich Dengi. Entah siapa lagi para inisiator dan champion dibalik program-program tersebut, adakah diantara kita yang pernah berpikir pesan dibalik dua nama aribut di atas dan produk-produknya? Ketika merenung saya langsung tertuju pada sebuah nilai yang selama ini mudah diucapkan dalam forum-forum formal namun miskin tindakan nyata yaitu, pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Sumba Pulau Organik mengingatkan kita pada buku berjudul Silent Spring (Musim Semi yang Senyap) ditulis Rahel Carson (1962) yang membahas tentang dampak buruk penggunaan pestisida DDT secara berlebihan (sporadic) yang dilepas ke biosfer, tidak saja mampu membunuh serangga, tapi juga menerobos rantai makanan melalui populasi makhluk hidup lainnya yang kemudian dikonsumsi manusia dan pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit dan kematian. Paralel dengan peringatan Carson, program Sumba Pulau Energi Terbarukan juga mengingatkan kita pada peringatan kelompok Roma 42 tahun silam melalui bukunya “The Limits to Growth” (Meadows,1972). Buku ini berupa seruan moral untuk mengatasi ketamakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan   
manusia yang tidak terbatas karena dorongan pola hidup (gaya hidup), telah mendorong manusia melalui berbagai pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi mengeksploitasi alam secara berlebihan. Akibat eksploitasi yang tidak terbatas mengancam kehidupan manusia sendiri, dimana telah terjadi penurunan daya dukung alam yang tidak bisa mengikuti tingkat kebutuhan manusia (pertumbuhan manusia). Tantangan utama yang dihadapi dunia saat ini adalah; industrialisasi yang makin cepat, pertumbuhan penduduk yang makin cepat, kurang gizi yang merajalela, makin susutnya unrenewable resources dan lingkungan hidup yang makin rusak. Tidak bisa dipungkiri bahwa seruan kerisauan puluhan tahun silam sudah menjadi bagian dari realitas kehidupan kita saat ini.
Kemandirian dan Keberlanjutan
Kedua program ini tidak saja mengajak kita untuk berefleksi pada pesan-pesan moral dari kedua buku diatas, tetapi juga membawa pesan lain yang relevan dengan situasi dan kondisi kita sebagai warga Sumba. Yaitu sedang mengajak dan mengajari bagaimana membangun sebuah kemandirian dengan cara mengenali dan mengelola potensi sumber daya yang dimiliki, namun selama ini tidak dikelola secara optimal karena persoalan keterbatasan sumber daya manusia maupun kebijakan pengelolaan yang tidak tepat.
Berbicara tentang sektor potensial di Sumba, maka sektor pertanian masih menjadi sektor utama yang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDRB). Contoh kasus Sumba Timur, menunjukkan sektor pertanian (pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan) menjadi sektor utama yang significant kontribusinya terhadap PDRB. Kendatipun menunjukkan trend yang menurun dari tahun ke tahun dibandingkan pada satu dekade lalu masih bisa mencapai 40an persen terhadap PDRB, namun beberapa tahun terakhir ini trend kontribusinya menurun pada kisaran 30an persen. Trend ini merupakan fenomena umum yang terjadi pada semua daerah di Indonesia akibat modernisasi berbagai sektor perekonomian sehingga terjadi peralihan ke sektor lainya seperti sektor jasa.
Kendati demikian, untuk kasus Sumba dan Sumba Timur khususnya sektor pertanian masih tetap menjadi tulang punggung perekonomian yang belum tergantikan oleh sektor lainnya. Sebab, dari 101.711 total jumlah angkatan kerja di Sumba Timur, ada 68.03 persen penduduk yang saat ini sementara bekerja di sektor pertanian (Sumba Timur dalam angka, 2012). Sayangnya, jumlah tenaga kerja yang dominan tidak proporsional dengan produktivitasnya jika dilihat kontribusinya terhadap PDRB dibandingkan dengan sektor bangunan dan konstruksi, perdagangan, jasa dengan jumlah tenaga kerja lebih sedikit tetapi kontribusinya besar terhadap PDRB (tabel 1).
Lantas apa relevansinya fakta-fakta di atas dengan program Sumba Pulau Energi Terbarukan dan Sumba Pulau Organik? Sejatinya, program ini sedang menawarkan sebuah inovasi untuk menjadikan Sumba sebagai sebuah pulau yang terdepan dalam hal mengembangkan produk-produk ramah lingkungan, kehidupan yang lebih sehat dan selaras dengan alam, memanfaatkan energi yang bersih dan efisien untuk keberlanjutan hidup alam dan manusia. Potensi tenaga kerja sektor pertanian yang dominan akan menjadikan gerakan ini sebagai gerakan kolektif yang meluas (massive) untuk memproduksi dan menggunakan produk-produk ramah lingkungan. Untuk mengoperasionalkan ide ini tidak membutuhkan areal pertanian yang luas sebagaimana yang di cari para investor selama ini untuk berinvestasi. Kita (Pemda) begitu terkesima dengan kunjungan-kunjungan investor, difasilitasi dengan berbagai kemudahan namun sampai sekarang rencana investasinya (roadmap) masih kabur apalagi hasilnya. Sebaliknya, kedua program ini dengan memanfaatkan lahan pekarangan atau kebun yang selama ini digunakan petani atau rumah tangga sudah cukup untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang sehat, berkualitas dan berdaya saing. Mengapa bukan kelompok-kelompok ini yang mestinya difasilitasi dengan kebijakan dan anggaran yang memadai untuk perluasannya (dissemination and scaling up), dari pada sekedar menganggumi dan tersenyum ketika mengujungi dan melihat hasil-hasil kerja mereka dengan liputan media, setelah itu so what gitu lho? Maaf hanya sekedar pertanyaan?
Program ini tidak sedang menawarkan hal-hal yang muluk, misalnya dengan memilih program ini bisa segera menaikkan produksi pertanian, sebab kita tahu ini bukan hal mudah, namun yang ditawarkan adalah kualitas produk berupa garansi kehidupan yang berkelanjutan bagi manusia dan alam Sumba. Bagaimanapun gaya hidup (life style) orang-orang perkotaan kelas menengah mulai memburu produk-produk organik dan berani membayar berapapun harganya demi kehidupan yang sehat. Bisa dibayangkan jika gerakan Sumba Pulau Energi Terbarukan dan Sumba Pulau Organik menjadi gerakan sebuah gerakan massive oleh 68.03 persen tenaga kerja sektor pertanian, maka Sumba benar-benar akan menjadi tujuan banyak orang untuk berburu produk-produk organik dan melihat pemanfaatan energi terbarukan, selain itu Sumba akan memiliki daya tarik wisatawan dengan komoditas agro-eco wisata yang dipromosikan. Ini lebih mendesak dari pada menunggu wisatawan datang melihat tulisan sandlewood, sebagaimana dipergunjingkan facebooker di Sumba.
Dimensi lain yang sedangkan ditawarkan oleh program ini adalah mengajarkan masyarakat Sumba untuk memelihara dan melestarikan budaya. Sebagai daerah beriklim semi-arid, pola hidup dominan adalah bertani dan beternak merupakan kombinasi kegiatan yang komplementer dan sinergis untuk keberlanjutan hidup. Itu juga yang diajarkan oleh kedua program ini dimana kedua isu tersebut saling komplementer dan sinergis. Bahkan, jika selama ini praktek bertani-beternak kita terkesan konvensional, yaitu berorientasi pada tujuan dan rantai manfaat yang berputar disekitar lingkungan rumah tangga, relasi sosial-kekerabatan yang kemudian bermuara pada ritual-ritual budaya. Maka kedua program ini sedang mengajarkan sesuatu yang transformatif. Pola bertani-beternak bisa saja konvensional (karena itu warisan) namun orientasi tujuan dan rantai manfaat yang lebih panjang. Produk-produknya tidak hanya berputar dilingkungan rumah tangga dan kerabat tetapi meluas pada area pasar yang lebih luas, seperti; gaya hidup yang sehat, penggunaan sumber energi yang efisien, bersih dan sehat, keselamatan dan keberlanjutan lingkungan.
Hal yang tidak kalah penting dari program ini, yaitu sedang mengajarkan kita bagaimana menurunkan derajat ketergantungan bahkan mungkin saja memutus rantai ketergantungan yang selama ini membelenggu. Sekurang-kurangannya ada 2 jenis ketergantung yang relevan dengan topik ini. Pertama, ketergantungan pada barang-barang ekonomi yang tidak bisa diproduksi di Sumba sehingga harus mendatang dari luar Sumba. Kenyataan ini harus diakui, bahwa dalam beberapa hal kita memang harus bergantung pada pihak luar karena barang-barang tersebut tidak bisa dihasilkan sendiri. Kita tidak bisa bangun jalan, jembatan, rumah dan berkendaraan tanpa bergantung pada dukungan bahan baku dari luar. Sayangnya, ketergantungan ini mulai merambah pada kebutuhan-kebutuhan pokok yang dikomsumsi sehari-hari. Salah satu contoh, produksi beras daerah sudah tidak bisa mencukupi konsumsi warga. Laju pertumbuhan produksi padi daerah sejak tahun 2008 – 2012 hanya mencapai 3,2 persen (masih dalam bentuk padi). Sementara laju pertumbuhan beras yang masuk ke daerah dilihat dari volume bongkar barang dipelabuhan sejak tahun 2008 – 2012 mencapai 9,5 persen (Sumba Timur dalam angka BPS, 2008-2012). Margin ini mengindikasikan bahwa produksi padi daerah tidak mampu atau mengalami penurunan dalam mencukupi kebutuhan warga sehingga harus mendatangkan beras dari luar. Belum lagi jika bicara siapa yang paling diuntungkan dari ketergantungan ini, sederhananya bisa dilihat dari profil pelaku-pelaku ekonomi paling dominan mulai dari sektor informal sampai sektor formal. Kemudian dari aneka barang yang diusahakan oleh berbagai sektor usaha merupakan barang-barang yang produksinya harus didatangkan dari luar. Dari potret ini bisa diduga siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari ketergantungan ini? Kedua, ketergantungan pada sumber energi khususnya untuk penerangan. Saat ini rasio elektrifikasi di Sumba baru mencapai 24,5 persen (http://energitoday.com/2013/04/03/ikon-energi-terbarukan-itu-bernama-sumba). Kondisi topografis yang sulit menjadi salah satu kendala masuknya jaringan listrik PLN (on grid) pada wilayah-wilayah perdesaan. Oleh sebab itu, pelayanan dengan listrik tanpa jaringan (off grid) melalui pemanfaatan sumber-sumber energi lokal yang ada seperti biogas, tenaga surya dan air menjadi solusi terbaik untuk kondisi ini sehingga rasio elektrifikasi di Sumba bisa ditingkatkan.

Sungguh, jika membentangkan apa yang sedang ditawarkan oleh kedua program ini rasa-rasanya kita perlu mereview kebijakan pembangunan yang sedang kita jalankan, apakah kita sedang melaksanakan pembangunan yang “membangun” secara berkelanjutan atau kita sedang melaksanakan pembangunan yang menciptakan” ketergantungan” secara berkelanjutan?
Pada akhir dari tulisan ini, saya ingin menyampaikan apresiasi kepada para champion program Sumba Pulau Energi Terbarukan dan Sumba Pulau Organik karena kontribusi anda merupakan impian banyak orang di dunia saat ini untuk hidup secara sehat dan berkelanjutan selaras alam, berkontribusi pada upaya-upaya global sebagai bagian dari masyarakat dunia. Sumba merupakan bagian dari jawaban atas kerisauan dan seruan buku Silent Spring dan The Limits To Growth.. Luar biasa bukan? [*]
* Stepanus Makambombu, Mahasiswa Program Doktor Studi Pembangunan UKSW)

s



Sebuah Dynamika Pembangunan: Rahmat Adinata
7 Februari 2013 oleh Tom Post / Topik: Tom Post (Terjemahan dari tulisan Tom Post,di U.S.A)

 Mengubah Pola Pikir Masyarakat

Pola SRI akan mampu menangani rawan pangan,di Sumba
Saya pertama kali bertemu Rahmat di pulau Sumba di Indonesia Timur pada musim semi 2012. Sumba telah menjadi sebuah pulau yang rapuh selama beberapa waktu, Pengaruh  perubahan iklim dari arus Samudera Pasifik , kemarau yang panjang bahkan cuaca lebih tidak menentu. Dua tahun lalu tepatnya pada tahun 2011, warga  Sumba mengalami lagi  rawan pangan  akibat kemarau panjang sehingga mengakibatkan gagal panen, dan Word Renew memberikan bantuan pangan berupa sembako utuk kebutuhan mereka sampai menunggu panen berikutnya. Itu adalah sukacita untuk bertemu dengan Rahmat dalam situasi ini karena dia adalah orang yang memancarkan optimisme dan harapan di tempat ini.
Dengan P3H dan IPPHTI (Ikatan Petani Prengendalian Hama Terpadu Indonesia) mitra kami, Rahmat bekerja di Sumba membantu warga untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi risiko kelaparan karena gagal panen. Pada perjalanan kami di seluruh Sumba, kami mengunjungi  tiga kelompok tani, seperti daerah Makamenggit, Lamenggit dan Kalu. Rahmat telah bekerja hampir satu  tahun di sini , dan terlihat para petani bimbingannya ada  yang menanam tomat , semangka, dan beras dua kali lipat  hasilnya dan kedelai per hektar yang selama ini belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Penduduk desa telah mencapai banyak kemajuan setelah adanya pemberdayaan ini. Meski memulai dari sebuah kelpmpok kecil-hanya tiga kelompok tani saja yang dibina oleh Rahmat tapi itu seperti awal yang cerah!
"Kami ditempatkan di sini oleh Allah untuk mengatasi tantangan dan harus pindah dari persemaian demi permberdayaan bagi masyarakat Sumba "
Saya pikir jenius juga  Rahmat ,yang saya lihat dari kepercayaan dirinya. Sikapnya mengatakan, "Kami ditempatkan di sini oleh Allah untuk mengatasi tantangan dan membuat  pemeberdayaan agar bumi tetap lestari. Jika kita melakukannya dengan hati ikhlas, maka mata dan hati kita  akan melihat ide-ide baru, kita akan menemukan bahwa kita dapat mengetahui hal ini! "
Persemaian Pola SRI
Kedua, Rahmat mengajarkan metode yang sangat sederhana  bagi para petani miskin , dimana segala yang didapat sudah disediakan oleh alam dengan biaya sangat sederhana,sumber daya yang sangat langka: out-of-tidak perlu mengeluarkan biaya besar . Serta mengajarkan proses penyadaran tentang dampak negatif pupuk kimia sintetik-, Rahmat juga mengajarkan mereka cara membuat mikro-organisme dan membuat kompos dalam skala  besar. Dalam melakukakan ini dengan memanfaatkan  sumber daya yang tersedia , petani dapat menanam sayuran, padi, dan tanaman kedelai yang menyerap nutrisi pada tingkat yang lebih tinggi dan dengan demikian menghasilkan lebih berlimpah.

 
Dan, oh, dengan cara demikian –mereka mampu  menghemat banyak biaya dan petani tidak perlu pergi ke toko apalagi mengutang. Resepnya cukup sederhana: Anda menyebarkan mikroba efektif dengan pencampuran air cucian beras, gula atau molasses, bubuk ikan, urin, dan pupuk kandang. Kemudian Anda fermentasi ramuan ini. Anda dapat menemukan banyak informasi tentang hal ini dengan melihat efektif mikro-organisme .
Ketiga, Rahmat sangat realistis tentang sifat manusia. Pengajaran-Nya memungkinkan untuk fakta bahwa bagi kebanyakan orang, hanya mengetahui tentang sesuatu tidak mengubah perilaku. Alasan yang sama ayah saya sendiri bisa tahu tentang merokok tembakau dan risiko kanker tetapi terus merokok. Rahmat, , mengatakan: "Hal pertama yang saya lakukan adalah  bagaimana merubah paradigma  atau pola pikir seseorang, dengan pendekatan hati yang ihlas "
Saya bertanya apa yang ia maksudkan dengan jawaban-Nya memiliki elemen-elemen "mengubah seseorang menjadi jiwa yang organis?":
1.Penebusan: menghargai yang tidak berharga sehingga memiliki satu nilai, seperti membuat  kompos serta memanfaatkan bahan bahan yang ada di sekitar.itu sama halnya dengan kita mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Penguasa Alam Semesta.
2. Discovery: perjalanan untuk menemukan karunia Allah dalam hidup mereka. Penemuan ini mengubah sikap hidup masyarakat.
3. Pengetahuan: Hanya memiliki teori saja tidak cukup. Apalagi mempunyai gagasan hanya dijadikan teori, namun harus dipraktekan agar dapat kesimpulan
4. Menawarkan: hati yang bersih yang bekerja untuk mengurus bumi, merupakan persembahan atau rasa syukur kepada Allah.
5. Memahami tiga rahim : kita berasal dari rahim Allah kemudian masuk ke rahim ibu  dan  manusia diciptakan dari sari pati tanah yaitu rahim bumi. Kita harus memahami ketiga rahim itu.
Saya berterima kasih kepada Tuhan,  untuk menciptakan orang-orang seperti Rahmat yang mencintai sesamanya untuk berbagi  dengan tingkat kepedulian yang tinggi  serta membukakan  kelimpahan Allah  mana daerah ini (Sumba)  telah  mengalami rawan pangan atau bencana  kelaparan (tahun 2011) akibat kemarau panjang.

 Tom Pos
Team Leader ,Word Renew Asia
Catatan : Terima kasih buat Mr Tom Post  . sudah menuliskan tentang saya dan Sumba......






Mas @DandhyDwilaksono #Expedisi Indonesia Biru



Semoga tercapai menjadi yang pertama di Nusantara

Keinginan yang besar dan terstruktur dengan baik,ditunjang dengan mimpi besar secara bersama dari semua pihak . bukanlah hal yang mustahil jika rencana mulia ingin menjadikan sebuah pulau yang organik sebagai isapan jempol belaka.

Pengenalan pola organik diperlukan untuk Generasi


Pengenalan dan sosialisasi kepada para generasi sangat dibutuhkan agar nantinya mampu hidup selaras dengan alam.demi keselamatan lingkungan dan pangan yang dikonsumsi aman untuk kesehatan.

Berkilo -kilo meter mengangkut air walau sedikit namun mampu melewatinya.

Kekeringan yang selalu melanda Pulau Sumba sepanjang tahun adalah hal biasa bagi masyarakat di Pulau Sumba,Khususnya Kabupaten Sumba Timur. d ibeberapa titik selalu mgalami kesulitan air saat kemarau panjang datang.namun di sisi lain masih banyak Embung-embung,danau-danau serta mata air mengalir masih belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk kepentingan masyarakat.

Penyimpanan bibit lokal Khas Sumba

Ketika gerakan "Revolusi Hijau" digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 19 70, tujuannya untuk membangkitkan dunia pertanian kita waktu itu,namun pada kenyataannya nasib pertanian kita semakin terpuruk,petanipun dibuat ketergantungan pada beberapa hal, seperti ketergantungan pada bibit,pada pupuk dan pola mekanisasi pertanian yang menjauhkan masyarakat dari budaya gotong royong.

Brasisca Chinesis atau pak coy organik

Tanaman sayuran ini sangat cocok dibudidayakan di Pulau Sumba. selain cepat dipanen  (30 hari) dari sisi rasapun sangat enak dan renyah. kandungan gizi dalam sayuran ini lumayan tinggi,dengan syarat masaknya hanya setengah matang. 

Tomat dengan perlakuan organik,tampak lebih bersih ketimbang dg perlakuan kimia,sebab dg perlakuan memakai kimia ada bercak bahan pestisida yang menempel pada kulit buah.
Tomat organik sangat bermanfaat selain dijadikan bumbu juga akan sangat berguna untuk mengencangkan kulit,sebab tanpa kandungan residu bahan kimia .
Sekarang para petani Pulau Sumba ,khususnya di Sumba Timur sudah mulai marak berbudidaya tanaman ini.

Tanaman padi dengan penerapan pola SRI (Sytem of Rice Intencification) hasilnya bisa tiga kali lipat dengan pola konvensional. pola ini tanpa memakai pupuk dan pestisida kimia.hanyamenggunakan pupuk dan pestisida organik.

Tanaman Kol/kubis hasilnya sangat maksimal dengan pola organik di Sumba Timur,walau ditanam di pinggir laut. hal ini petani dibekali tentang wawasan varietas khusus tanaman dataran rendah.

Kunjungan para pejabat setempat diharapkan tidak hanya seremonial belaka,namun mampu membaca permsalahan yang dihadapi oleh para petani jika tujuan menuju kedaulatan pangan,kemandirian pangan ingin segera tercapai.


Ketika sekolah kejuruan pertanian praktek lapangan itulah yang dibutuhkan oleh mereka,sebab hanya teori dalam ruangan saja akan menjadi bingung saat terjun langsung di masyarakat. kita berharap semoga makin ke depan akan banyak para generasi yang tertarik dengan dunia pertanian sebagai soko guru dalam pangan.


Tanaman padi melalui pola organik akan sangat berbeda pertumbuhannya. bulir tua namun daun masih hijau.



Kiranya lewat tulisan dan gambar ini akan membuka wawasan bagi siapapun,bahwa Sumba memiliki kans besar untuk menjadi sebuah pulau organik pertama di Nusantara,sehingga nama Sumba akan dikenal oleh dunia luar dalam hal hal yang positifnya. meskipun ahir ahir ini di Kabupaten Sumba Timur sering dilanda rawan pangan akibat musim kemarau panjang. namun sejujurnya tahun -tahun ke depan akan ada perubahan sejalan dengan penerapan yang dilakukukan melalui pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan


Rahmat Adinata,4-Juni-2015


Senin, 01 Juni 2015


"SUMBA PULAU ORGANIK"

Ketika masuk bulan Januari daratan Sumba sangat eksotis dengan hijaunya hamparan padang savana,khususnya di daerah Kabupaten Sumba Timur.Disinilah suka cita bagi masyarakat petani sebab musim tanam akan tiba,hujan turun dikirim dari langit semesta.ternak-ternakpun seolah merasakan kecukaciataan,sebab persediaan makanan melimpah ruah.

Namun memasuki bulan Juli ,hamparan hijau mulai berubah warna,kuning,bahkan hitam. Yang nampak hanyalah bukit-bukit bebatuan. sebabmemasuki  kemarau panjang  datang.Ditandai dengan tiupan angin kencang yang berimbas dari benua Australia akan terasa sekali pengaruhnya.Tanah-tanah mulai retak,pepohonan tinggal batang dan rantingnya. Ternak-ternak yang dilepas di padang savanapun seperti bingung,kondisinya kurus,kering.
itulah Pulau Sumba

Kawasan Pertanian Ekologis Sumba Timur,Sumba Lima Organik.
Masih Ada Harapan Besar
Dari sisi yang lain mungkin Sumba membuat kita miris jika membaca paparan di atas,namun itulah pakta yang sesungguhnya yang menimpa Pulau Sumba sepanjang tahun.Terlebih jika musim kemarau panjang tiba rawan pangan selalu melanda,khususnya Kabupaten Sumba Timur.inlah permasalahan yang selalu menimpa Kabupaten tertua di Pulau Sumba.

Padahal sebetulnya jika kita mau jujur potensi alam sangatlah besar,walau kemarau panjang tiba.Banyak Embung-embung dibangun,danau danau dibaiarkan begitu saja,sungai sungai dan mata air mengalir,namun  sangat sedikit diberdayakan untuk menghidupi lahan pertanian
Potensi-potensi inilah sejujurnya jika serius digarap,bukan tidak mungkin Pulau Sumba akan menjadi daerah penghasil pangan untuk daerahnya sendiri.tidak berharap dikirim dari luar pulau.

Berangkat dari permasalahan di atas dengan potensi yang bisa dikembangkan,sangatlah mungkin menjadi daerah maju andaikan yang memiliki kebijakan satu alam pikiran dengan alam yang didiaminya. sebab ada potensi pengembangan ternak yang akan mampu memasok kebutuhan nasional,namun selama ini hanyalah wacana saja. masyarakat menunggu dan menunggu dari yang memiliki kebijakan. Pulau Sumba secara keseluruhan memiliki peluang besar jika ingin mengembangkan sebuah kawasan pertanian Ekologis,sebab tanah,air dan udaranya masih alami. Terlebih lagi masyarakat petaninya masih awam dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis.

Pengembangan Tanam Padi Pola SRI

Pertumbuhan padi pola SRI
Dari sisi iklim dan cuaca yang kurang bersahabat serta tekstur tanah yang ada ,Sumba sangat cocok untuk meningkatkan produksi pangan beralih ke tanam padi pola SRI (Systemof Rice Intencification).alasannya dengan pola SRI bila diterapkan akan mampu melawan perubahan iklim dengan kondisi yang melanda Sumba itu sendiri.
Rata -rata masyarakat petani Sumba jika tebar benih padi untuk satu hektar sekitar 100 kg ,sedangkan pola SRI hanya 8 kg saja..Bisa dibayangkan andai ada 1000 petani,berapa kelebihan bibit bila menerapkan pola SRI.Maka jangan heran saat musim tanam tiba petani selama ini selalu teriak kekurangan bibit.Bukankah ini termasuk pemborosan? belum lagi bila melihat dari sisi produksi dengan sistem konvensional,rata -rata hasil panen sekitar 3,2 ton/hektar.
akan sangat berbeda jauh bila massyarakat petani Sumba menerapkan pola tanam padi  SRI,dengan potensi hasil bisa mencapai 10-12 ton/hektar.Keuntungan lain dengan pola ini posisi petani tidak akan dibuat ketergantungan sebab mulai dari pupuk dan pestisida bisa membuat sendiri.intinya tanam padi pola SRI yang dianut adalah M.A.S (Manajemen Akar Sehat) artinya petani akan belajar bagaiman proses ekologi tanah yang sehat dengan tidak menggunakan bahan bahan kimia sisntetis yang akan merusak lingkungan.
Tanaman padi Pola SRI,tanpa bahan kimia sintetis


Petani Sumba Bukan Pemalas



Petani mendapat pemahaman langsung di lahan belajarnya 
 Andaikan ada yang memiliki stigma negatif terhadap orang Sumba,sebagai Pemalas rasanya lontaran itu sangatlah tidak bijak.sebab selama ini para petani Sumba walau gagal panen tiap tahun ,mereka tidak pernah menyerah tanam dan tanam kembali sepanjang tahun ,walaupun dengan kondisi iklim yang ekstrim.
Mungkin sebaiknya kita harus lebih bijak jika menilai sesuatu hal.mereka tidak malas ,hanya karena lebih tidak mengetahui caranya saja .secara umum tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) para petani Sumba,sangatlah minim.hal ini butuh kepedulian dan kerja sama semua pihak agar nasib masyarakat atau petani mengalami kemajuan dalam kesejahteraannya. tanah luas,kebijakan mendukung,program pendampingan konsisten ,petani butuh siapapun yang bisa diajak diskusi di lahannya ketika menghadapi segala permasalahannya.Inilah kuncinya.

Sayuran Kembang Kol dg Pupuk organik di Sumba


"Peluang  Pasar Organik"

Dari waktu ke waktu tingkat kesadaran masyarakat semakin bertambah untuk mengkonsumsi produksi barang barang organik.baik beras maupun sayuran organik. kesadaran ini dirasakan betul pada kalangan menegah ke atas di kota - kota besar.
Intinya peluang pasar organik sangatlah besar dan terbuka lebar,baik untuk dalam negri maupun luar negri. Ahir-ahir ini semakin gencar dan menjadi trend tersendiri dengan slogan back to nature atau kembali ke alam, atau slogan  GO ORGANIK

Peluang pasar tersebut hanya sedikit saja para petani di luar sumba yang mampu menanggapinya,terbukti pasokan di pasar pasar swalayan kota besar sangat terbatas jumlahnya. selain itu harga produksi bantang organik  terbilang mahal bisa tiga kali lipat dengan hasil pertanian konvensional yang menerapkan pertanian dengan pemakaian kimia sintetis.


Semoga keinginan menjadikan Sumba menjadi pulau organik seegera terwujud. walau bagaimanapun ada peluang besar untuk pengembangan kearah sana.sebab di sini tidak ada pertanian skala besar, maupun perkebunan besar dengan menerapkan pola pemberian kimia yang mampu merusak alam dan kesehatan.




"Rahmat Adinata,Waingapu 4-Juni-2015 : tulisan ini untuk anaku Aqiela Rahmayanti Adinata. yang berulang tahun ke 11..."




















IPPHTI Sumba : Pemijahan Ikan Lele di Waingapu