Sabtu, 30 Agustus 2014

IPPHTI: "Selamatkan Bibit Lokal Sumba..!”

Bukan hal yang mustahil bibit-bibit lokal yang ada di Sumba suatu saat akan musnah dan tidak dikenal lagi oleh generasi kita.padahal keberadaan bibit tersebut sudah sangat adaptif dengan kondisi iklim di sekitar alam Sumba.
.
Sebagai contoh ,seperti bibit jagung lokal Lamuru,pulut dan jemis lainnya sekarang sudah mulai sulit dicari keberadaannya sebab petani selalu dicekoki dengan bibit hibrida dengan alasan hasilnya bagus ,namun tanpa dibekali cara pemeliharaannya . inilah yang harus kita sadari sejak dini. Jika tidak pangan dan nasib petani kita akan selalu ketergantungan pada pihak luar.

“Jika kita tanam bibit lokal bisa disimpan beberapa tahun,berbeda dengan jagung jenis baru disimpan bubuk.ujung-ujungnya cari bibit yang pernah nenek moyang kita tanam sudah hilang ,susah dicari.” Begitu kata bapak Bara Kilimandu petani dari Makamenggit.

Sebetulnya di Pulau Sumba sangat kaya dengan jenis-jenis bibit lokal yang sudah adaptasi dengan iklimnya.seperti terong,Lombok,jagung, dan tomat.namun terkadang kita selalu tidak menyadarinya ada diambang kepunahan.

Ironis memang jika yang namnya negara "agraris " petaninya tidak merdeka dal;am hal kebutuhan bibit,tanah-tanah kita subur.Iklim kita mendukung,namun selalu merasa tidak berdaya.

Kiranya lewat tulisan ini tak perlu saling menyalahkan sebab kebenaran itu hanya satu. Marilah kita untuk bijak menyelamatkan kekayaan yang ada di Pulau Sumba
Apakah solusi yang harus dilakukan...?


Rahmat Adinata,Waingapu 31/8/14














Jumat, 29 Agustus 2014

IPPHTI :“Jangan Katakan…..!”



 
Jangan katakan Tau Humba pemalas ,tetapi mereka lebih karena belum tahu caranya. Mungkin kata-kata atau stigma –stigma negative yang selalu melingkupi pikiran kita sebaiknya dibuang jauh-jauh.

Jangan katakan  tanah kelahiran kita gersang  saat kemarau panjang sebab belum disentuh dengan toknologi,padahal masih banyak potensi seperti terabaikan.

Masih ingat sat mengajak sekelompok Ibu-ibu  di Kalu bersama pak Heinrich Dengi ,tiga bulan lalu. mengajak mengolah lahan yang kering padahal air mengalir deras di sebelahnya yaitu Kali Payeti.
Tidak mudah memang ingin merubah paradigma   masyarakat yang tadinya menjelang sore hanya jadi kelompok pencari kutu (KPK)secara berantai. Butuh keuletan dan kebijakan serta pendekatan  dengan keihlasan.
 
Kini mereka berubah dari KPK (Kelompok Pencari  Kutu)menjadi Kelompok Penanam Sayuran (KPS). Ada sesuatu yang membanggakan  apa yang di ldengar dari pernyataan-pernyataan mereka sekarang. Dimana sekarang tidak saja menjual untuk kebutuhan rumah tangga namun bisa mengkonsumsi sendiri.

Barangkali ini hanyalah langkah kecil dalam perubahan yang terjadi di masyarakat Sumba Timur , namun jika langkah kecil ini  ada “perhatian jemput bola” dari pihak –pihak terkait otomatisasinya akan menjadi besar.

Tanah menurut pemahaman mereka kering,gersang  kini sudah tabu untuk disebutkan lagi , sebab telah berubah kondisinya.Ininlah barangkali yang dibutuhkan oleh masyarakat Sumba Timur,butuh sebuah pemahaman nyata bagi keberlangsungan hidup menuju petani sejahtera.

“Jangan berani memvonis jika belum mampu memberikan solusi..itu tidak bijak..”
Salam Organik ..untu Pulau Sumba…
.
JOOOSSSS….! (Jangan Omong Saja…!)

Rahmat Adinata,Waingapu, 29/8/14


Rabu, 27 Agustus 2014

IPPHTI :“Secarik Untuk Pejuang Pangan Organik” Di Sumba Timur




Kunjungan Gubernur NTT,ke Waingapu 18 -Oktober 2014
Berawal dari keperdulian tergadap masyarakat sekitar  yang  selalu mengalami kegagalan dalam setiap panen, kegagalan yang diakibatkan oleh kemarau  panjang,jauhnya jarak tempuh dari lokasi air serta rendahnya tingkat Sumber Daya  Manusia  (SDM)yang dimiliki,
Panen Kol Organik Di Kelompok Kawara Pandulang,Kalu Sumba Timur
Inilah yang mengispirasi seorang Heinrich Dengi untuk saudaranya di Sumba Timur. Gerakannya dimulai dengan memberikan informasi yang actual lewat radio Max Fm miliknya  Melalui acara “Ayo Bertani Organik” setiap Minggu jam 18.00 -20.00 malam, hingga terjun langsung ke lapangan sekedar berdiskusi dengan permasalahan yang dihadapi oleh para petani.
Sejak tahun 2012 sampai sekarang selalu menggelorakan pentingnya pengetahuan  untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat daerah kelahirannya.  “ Untuk membangun daerah banyak cara yang bisa dilakukan.” Ujarnya
Dari jerih payah  pengabdiannya ,Beliau pada tanggal 18 oktober 2013 mendapat penghargaan “Adhi Kaya Pangan Nusantara” tingkat Propinsi NTT dari Gubernur  Frans Lebu Raya. Kebetulan perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS) dirayakan di kota Wangapu Sumba Timur.
Siaran "Acara Ayo Bertani Organik"
“Ini sebagai bentuk apresiasi dari Pemprop NTT.” ujarnya lagi
Namun ,Katanya  yang kebih penting adalah bagaimana melihat para petani maju dan sejahtera, jangan sampai ada masyarakat  sampai gagal panen lagi atau kekurangan pangan hingga menjadi berita ke luar daerah.
Sungguh kita butuh orang-orang yang mampu mengispirasi daerah kelahirannya…..
Salam Organik..untuk Sumba…
JOOOSSS….! (Jangan Omong Saja..!)


(Rahmat Adinata,Waingapu,27/8/14)









Selasa, 26 Agustus 2014

Menuju Sumba Pulau Organik

Beberapa hari ini ada yang menggembirakan.  kawan -kawan dari Jawa Barat dan Menado sengaja datang berkunjung ke Pulau Sumba,NTT. mereka sengaja berkunjung ingin melihat secara langsung tentang kiprah dan pemberdayaan terhadap masyarakat petani di Simba Timur.

Alasannya sering melihat postingan di fb pada Group Sumba Pulau Organik, tentu saja postingan tersebut menjadikan mereka penasaran,sebab Sumba Timur yang dikenal kering dengan kemarau panjangnya bisa tumbuh subur sayurab organik.

Untuk menjawab alasan tersebut sengaja diajak ke beberapa kelompok agar lebih nyata jika melihat langsung di lapangan. setelah melihat langsung .Ada rasa kaget dan takjub apa yang dilihatnya. "Tahun 2007 ketika ke sini sangat berbeda dengan sekarang,ini merupakan sebuah kemajuan pesat menjadikan Sumba sebagai Pulau yang organik." kata Kang Said Abdulah,anggota IPPHTI perwakilan Jawa Barat.

Saat berkeliling ke kelompok binaan mereka seolah tak percaya bahwa jenis hortikultura bisa tumbuh bagus dan normal. "Jika melihat antusiame masyarakat sangat tinggi.mungkin karena sayuran cepat menghasilkan.lagi pula ada perubahan paradigma yang lebih penting." Ujar Teteh Dhila temannya Kang Said.

Inilah Sumba ,mungkin sekarang ini sebagian sayuran hanya di kirim dari luar Pulau,namun beberapa tahun ke depan sudah mandiri.sebab dengan adanya pemberdayaan para petaninya. senoga saja dengan keinginan meenjadikan pulau yang organik pertama di Nusantara akan segera terwujud.
Alasannya sudah jelas ,bahwa air,udara dan tanah yang dimiliki belum terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia sintetis ,tidak seperti dibelahan bumi Nusantara yang lain.



 
Namun tentu saja untuk menuju ke arah sana tidak mudah butuh keuletan dang pola kerja sama dengan semua pihak. Hingga detik ini pihak pemerintah setempat  belum menanggapinya secara serius padahal pola inilah yang akan menjawab segala kebutuhan pangan bagi warganya,sayang dan ironis memang......

Semoga dengan semangatnya para petani setempat meski belum adanya dukungan langsung dari Pemda setyempat akan teru berkarya demi mewujudkan kesejateraan mereka sendiri.

Ya ..Semoga Pu;au Sumba bisa Menjadikan Pulau organik yang pertama di Nusantara.

Rahmat Adinata,Waingapu 24/8/14














Sabtu, 23 Agustus 2014

DALAM BERBAGAI POSISI HIDUP 2012/2014

Pantai Londalima,Kanatang 2014

Pameran Pembangunan Waingapu 2012
Pantai Londalima Kanatang 2014

Safari Organik SMKN 1 Waingapu, 2012
Makamenggit 2012

Woka ,Kalu Waingapu 2014
Makamenggit 2012

Lahan belajar Kawara Pandulang 2014

Ndikira dg Pater Mike Keraf 2013

Pantai Louwotung Haharu, 2014

Bersama Beldha  2014

Di Pangalengan 1435 H/2014

Berkunjung Ke Ubud dan Kintamani Bali

Jeruk di Kintamani Bali siap panen
Tanggal 3 Agustus 2014 sepulang merayakan hari raya Iduk Fitri 1435 H,mencoba berkunjung ke daerah Nagi,Ubud dan Kintamani Bali.Inipun atas undangan bapak  djohan Widjaja sebagai pemilik Hotel Kamandalu Resort & Spa di Desa Nagi Jalan Andong ,Ubud Bali.
Dengan pemupukan organik sangat dahsyiat
 Perjalanan dari bandara ditempuh dengan taxi  satu setengah jam  atau sekitar 60 km.Sepanjang jalan kiri dan kanan daerah Ubud nampak berbagai jenis kerajinan warga Bali,hasil kerajinan ini biasa untuk segala jenis hiasan sebagai oleh-oleh saat para wisatawan berkunjung ke Bali.
Tempat diskusi petani
Sesampainya di Hotel Kamandalu suasana terasa asri dengan udara yang sejuk ,sangat kentara iklimnya yang begitu panas dengan denpasar sebagai ibu kota propinsi Bali.inilah Ubud .pikirku dalam hati.Sebuah daerah yang memang eksotis alamnya disertai dengan tingkat kesibukan warga masyarakatnya berkarya kerajinan tangan.
Sebuah hamparan yang dibatasi dengan bebukitan dalam lingkungan Resort Kamandalu adalah ciri khasnya,maka tidak mengherankan kebanyakan tamu yang datang pun sebagian berasal dari Eropa.
Di samping Hotel nampak sawah menghijau bertebing-tebing lalu di atasnya berdiri beberapa saung yang asri ditengah sawah terbuat dari bambu dengat atap alang-alang.sangat eksotis dan menyejukan.
Petani sayuran di Kintamani Bali
Di Kintamani
Satu hari keliling di Hotel Kamandalu dengan luasan sekitar 7 hektar yang dipenuhi dengan vila -vila beratap alang-alang yang eksotis.besoknya langsung meluncur ke daerah Kintamani,Kabupaten Bangli propinsi Bali.Jarak tempuh dari Nagi Ubud ke Kintamani sekitar 35 km . di tengan perjalanan sesekali terlihat ada yang menyiapkan untuk persiapan Ngaben atau upacara pembakaran mayat sebagai acara ritual khas budaya Bali.
Udara dingin yang sejuk begitu menyentuh kulit saat sampai di Kintamani,desiran angin sore seolah menyapaku ketika  tiba.
"Sebagian besar warga di sini sebgai petani jeruk." begitu keterangan pak Mangku warga Kintamani.
"Tapi ada juga yang berbudidaya sayuran ." ujar pak Wayan kawannya pak Mangku

Tampak kebun jeruk dengan buahnya yang sangat lebat sudah siap panen. namun ada juga petani yang tanam sayuran hortikultura.
Ubud dan Kintamani memang menakjubkan saat dikunjungi.

(Rahmat Adinata,Ubud 5-Agustus 2014)





















IPPHTI :Heinrich Dengi ,Sumur Dan Petani Sumba Timur


Hasil panen sayuran organik di lahan gersang Wunga Timur,Haharu


Masih ingat ketika ada keluhan air di desa wunga timur,di mana masyarakat setempat hanya untuk mendapatkan air minum harus berjalan dengan cukup jauh sekitar 3 kilo meter,dengan ketinggian tebing  cukup dalam 120 m,dan tingkat kemiringan hampir 90 dearajat.air yang didapatpun hanya lima liter saja.pagi dan sore menjdi kegiatan rutin bagi masyarakat Wunga Timur untuk ngambil air ke Lindi.

Petani dengan sumur di Wunga Timur
Pada bulan juni 2012  situasinya sedang kemarau terik Heinrich Dengi dan Iskandar saher mencari titik air agar kesulitan yang dialami warga Wunga Timur ,Kecamatan Haharu bisa berkurang.

Singkat cerita Tim menemukan titik air dengan kedalaman sekitar 23 meter. Di lahan kebunnya Matius Turanjanji ,setelah ada kesepakatan dengan pemilik lahan barulah dimulail penggalian agar air segera menolong kesulitan warga.

petabi Wumga Timur belajar merawat tomat
Waktu itu kondisi cuaca sedang kemarau sebab beberapa bulan tidak ada hujan. penggalianpun hanya dengan alat yang sederhana,bermodalkan pahat,palu dan cangkul. “ kita melakukan penggalian dengan mata hati bukan dengan mata bor atau alat-alat moderen semoga alam mendukung atas kerja keras ini.” Heinrich Dengi berujar waktu itu.

Selama proses penggalian ada harap-harap cemas takut air tidak keluar sesuai dengan harapan,sebab selama proses penggalian masyarakat setempatpun merasa pesimistis akan adanya air. Alasan masyarakat waktu itu sangatlah wajar,sebab tidak jauh dari lokasi sumur yang digali suda pernah dilakukan penggalian oleh tim lain dengan menggunakan alat canggih hingga kedalaman 80 meter air tidak keluar juga. mungkin ucapan -ucapan  dari warga inilah yang kian menggelayuti dalam kecamuknya perasaan Henrich Dengi dan kawan-kawan.

Setelah hampir tiga bulan penggalian tepatnya pada awal agustus 2012 ada kabar dari wunga ,air sudah keluar,maka di situlah kecemasan yang selama ini menggelayuti sirna dengan sendirinyaInilah kebesaran Tuhan penguasa alam semesta menunjukan kebesarannya asal kita mau berusaha.berita keluarnya air di wunga menyeruak ke seantero negri Sumba.

Rasa suka cita yang dialami warga Wunga Timur dengan adanya air menghiasi keseharian mereka,sebab kini warga tak perlu lagi harus menempuh jarak jauh dan ada di sekitar pemukiman penduduk.
Proses penggalian sumur

Tanam Sayur
Air yang dibutuhkan warga sekitar sudah tersedia bahkan melebihi dari cukup untuk kebutuhan rumah tangga. Ternyata air lebih  masyarakat memiliki keinginan lain yaitu dimanfaatkan untuk tanam sayuran organik..Setelah ada pembicaraan antara Heinrich Dengi dan Isakandar Saher,maka diputuskan untuk memohon bantuan pada Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia.IPPHTI demi membimbing warga cara berbudidaya sayuran organik.
Gaya mengangkut air warga Sumba Timur


Air digerakan dengan enegi matahari,Wunga Timur
Maka dibentuklah kelompok tani organik Wunga Timur  pada bulan Pebruari 2013. Warga pun mulai belajar cara bercocok tanam sayuran. “ Baru pertama kami tanam sayuran seluas ini,biasanya hanya tanam ubi kayu dan labu.jadi ini sebuah perubahan besar bagi warga Wunga Timur.” begitu Matius Turanjanji  sebagai ketua kelompok organik Wunga Timur bercerita waktu itu.
“Kebutuhan air sudah tersedia,tinggal kebutuhan pangannya yang bergizi warga harus mendapat bimbingan. Cara yang baik dan benar” Jelas Heinrich Dengi
Dengan Ibu-ibu tani

Kalau mengingat perjuangan awal yang membutuhkan kesabaran ,keuletan hingga bisa berdampak positif bagi warga sekitar tak bisa dinilai dengan nilai nominal rupiah.

Pada puncaknya April 2013 sumur diresmikan dengan mengundang para pejabat Kabupaten Sumba Timur, selain pengucapan ibadah syukur atas keberhasilan sumur ,sekaligus panen raya sayuran organik yang di tanam di areal sekitar sumur.

“Sebuah karya nyata yang hebat bagi sesama warga yang kesulitan seperti di Wunga Timur ini.” Ujar Bapak Lapoe Moekoe,mantan bupati Sumba Timur.saat berkunjung pada acara pengucapan ibadah syukur
“Sekarang terbalik orang waingapu belanja sayur dari Wunga,biasanya orang Wunga belanja sayuran dari Waingapu.” Ujar pak Iskandar Saher teman Heinrich Dengi.
hijau di lahan gersang

Sumur Yang Lain

“Disaat kemarau air adalah vital bagi masyarakat Sumba Timur sangat berharga sekali.” Ujar Heinrich Dengi

Ternyata perjuangan demi menuju sebuah perubahan bagi sesamanya di Sumba Timur, Heinrich Dengi Dkk,tidak hanya di Wunga Timur saja. Sumur –sumur yang dibangunnya seperti di Prailanginang,Napu,Mbatapuhu,wairinding,La padang dan masih banyak lagi.Kini masyarakat sekitar sumur yang dibangunnya sangat merasakan betul keperduliannya.

“Biasanya saya satu bulan harus mengeluarkan Rp 150.000 untuk satu tangki air,sekarang sudah tidak lagi bahkan masyarakat pun sangat tertolong.” Kata Bapak Delvi salah seorang warga Wairinding bercerita tentang manfaat yang dirasakannya.

Begitupun dengan para petani hortikultura yang sekarang sudah merasakan hasilnya merupakan perhatian sevcara langsung dari Beliau. Hingga tarap hidup mrereka sedikit terangkat.
Kiranya lewat tulisan ini mampu mengispirasi kalangan muda Sumba Timur untuk membangun tanah kelahirannya.
Terima kasih untuk pak Iskandar Saher(Semarang) dan Pak Nick Amstromg (Amerika)
Salam Organik………..

(Rahmat Adinata,Waingapu,23/8/14)