Sabtu, 21 September 2013

“Tidak Mau Terulang....


 

Martin D.Jami dan Daud Turaamah

Setelah dibimbing pola tanam berbeda
Saat mengunjungi petani Makamenggit pada hari Sabtu ,tanggal 21-september 2013. Para petani tersebut sebelumnya dibimbing oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI. Dalam program pemberdayaan pertanian organik dengan model sekolah lapang yang bernama SLPO Makamenggit, pada tahun 2012
“Hampir setahun setelah program berahir sejak Desember 2012, kami para petani bimbingan IPPHTI terus bertani karena kebutuhan tidak bisa ditunda.” Ujar Daud Turaamah menjelaskan
“ karena ada bimbingan cara bertani yang baik dan benar hampir semua petani di sini memanfaatkan bantaran kali di Kalela saat musim kemarau ini,  luasan nya pun bertambah tidak seperti sebelum mendapat bimbingan dari IPPHTI.
Nampak di lahan mereka ada beberapa jenis tanaman seperti ,Timun ,Kol, Bunga Kol, Petcay dan beberapa tanaman sayuran lainnya.
Martin D.Jami, Petani Organik Sumba Timur
“Karena dibimbing dengan sistim pertanian organik, jadi kami dalam prakteknya lebih murah dalam segi biaya sebab memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada di sekitar. Hasil sayurpun sangat bagus hasilnya serta banyak pengunjung yang berbelanja langsung ke kebun.” Kata Martin  D. Jami teman satu lahan dengan Daud Turaamah.
IPPHTI waktu itu membimbing para petani makamenggit akibat kabupaten Sumba Timur terserang bencana rawan pangan akibat kemarau panjang yang mengakibatkan gagal panen pada tahun 2011. Maka IPPHTI dengan tujuan untuk mengatasi  rawan pangan mengadakan program pemberdayaan pertanian organik bagi Masyarakat  Desa Makamenggit.
Bersyukur mereka mampu memanfaatkan ilmu yang diberikan melalui program itu hingga sekarang.
Biasanya sudah menjadi rahasiah umum. Jika suatu program bantuan  berahir maka berahir pula kegiatan itu di masyarakat, namun tidak demikian dengan masyarakat petani di Makamenggit.
“Kami tidak mau terulang kembali kejadian tahun lalu akibat gagal panen ada rawan pangan lagi, jadi karena dapat ilmu bertani semangat terus.” Martin D, Jami menambahkan lagi
Selamat kepada para petani dampingan IPPHTI di Pulau Sumba  atas perjuangan kerasnya untuk berubah......
Bangunlah Jiwanya ....
Bnagunlah Badannya.....
Untuk Indonesia Raya.......

( Rahmat Adinata, Makamenggit,21/9/13)

Sabtu, 07 September 2013

Karyawan Hotel Belajar Organik



“Tidak ada yang salah, yang ada hanya  tidak tahu caranya.” Kata pak Johan Wijaya,kepada karyawan hotelnya. Beliau sebagai pemilik Hotel &Resort “Kamandalu “ di daerah Nagi Ubud, Gianyar Bali.

Mengapa beliau berkata begitu ?hal ini berhubungan dengan tindakan yang dilakukan oleh karyawan hotel bagian Garden.
 kejadian berawal saat pihak hotel memperbaiki tebing dengan menanam vertiver akar wangi sebagai penguat untuk menghindari longsor, sebab posisi hotel berada di tebing sungai daerah Nagi, Ubud.Gianyar Bali.

 Karena ingin terlihat subur dan tumbuh cepat  bagus, maka oleh karyawannya  ditabur dengan pupuk urea . Namun apa yang terjadi? Setelah menunggu satu bulan tanaman Vertiver akar wangi bukannya tumbuh subur, malah terbakar dan batangngnya busuk.

Inilah yang dimaksudkan oleh isi dari kalimat pak Johan Wijaya. akibatTebing ditabur dengan pupuk kimia selain tanaman akan mati akan sangat  terancam rawan longsor, karena tanah akan semsakin mengeras. Padahal tanaman sejenis vertiver tidak membutuhkan pupuk kimia.
Batang busuk akibat ditabur pupuk kimia

“sebelum ditabur urea vertiver sangat subur dan hijau.” Ucap Wayan King mengenang.
“mulai sekarang semua petugas garden hotel akan belajar tentang pembuatan pupuk organik dan aplikasinya. Biarlah yang sudah terjadi sebagai pengalaman. Sebab dari salah kita akan mengetahui yang benar. “ Pak johan berucap lagi pada karyawannya

Ahirnya ditanam ulang
Sejak kejadian pemupukan vertiver dengan kimia hingga berdampak terbakar. Ahirnya pihak hotel “Kamandalu” mengundang Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia, IPPHTI untuk membimbing pelatihan pembuatan pupuk organik  berikut perawatan tanaman yang abik dan benar. Pelatihan dilaksanakan selama dua hari, tanggal 5 – 6 september 2013. Peserta merupakan  karyawan yang terlibat mengurus taman dan kebun hotel  21 orang,

“banyak limbah hotel ternyata bisa diolah jadi pupuk organik selama ini kita tidak tahu dibuang begitu saja.” Ujar Wayan Asta

“Selama ini sumber daya manusia tentang memelihara tanaman masih rendah, dengan adanya pelatihan ini ada pencerahan bagi kami. Kan kalau tanaman bagus tamu pun pasti senang melihatnya.” Tandas Ida Bagus Darma

Lokasi Hotel & Resort “Kamandalu” berada di daerah Nagi. Ubud, Kabupaten Gianyar Bali.  Lahan seluas kurang lebih 7 hektar , setiap jalan memasuki kawasan ditumbuhi dengan berbagai tanaman sebagai penghijau, juga bvuah=buahan.

“Dengan adanya pelatihan ini semoga bermanfaat tidak saja untuk kebutuhan tanaman di sekitar hotel, selain itu ilmu bermanfaat buat karyawan bisa praktek di rumahnya masing-masing. Bagaimanapun lingkungan harus dijaga agar tetap lestari.” Demikian harapan Pak Johan Wijaya

Mengetahui yang benar, harus tahu salah dahulu. Tadinya tidak tahu menjadi bertamabah wawasan. Sebelumnya barang-barang selalu terbuang, kini dihargai serta dimanfaatkan . mungkin inilah kesimpulan yang akan diraih dan harapan pihak menejemen  Kamandalu” buat semua karyawannya.

Salam Organik...!
(Rahmat Adinata, Ubud Gianyar , Bali. 5-6/9/2013)


 

Kamis, 05 September 2013

"Kekeliruan......!

Indonesia merupakan sebuah negara "agraris". sebagai negara yang subut makmur dengan dihuni oleh jutaan petani yang berpropesi sebagai pengolah lahan mestinya  harus seimbang antara biaya produksi kebun dan hasil panen yang didapat, kemudian lebih utama adalah wawasan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh para petani atau masyarakat itu sendiri.
namun harapan di atas untuk saat ini hanyalah tinggal hayalan saja .sebab baru baru ini terjadi suatu kekeliruan kecil yasng mengakibatkan kepatalan bagi tanaman sebagai dampak ahirnya.
kejadiaannya begini{ vertiper akar wangi nama sejenis rerumputan yang mampu mengikat tebing karena kekuatan akarnya, sehingga banyak dibudidayakan atau ditanam di tebing-tebing untuk menghindari longsor atau  penguat.
sewaktu tanam setahun yang lalu vertiper tumbuh subur, setelah itu dipangkas daunnya. tujuannya supaya cepat berkembang biak, kemudian ditabur dengan pupuk sayangnya pupuk yang ditabur adalah jenis urea atau kimia, sehingga tadinya akar wangi ingin tumbuh subur malah sebaliknya terbakar.
kejadian inilah mungkin seringkali menghinggapi para petani kita, itu dikarenakan mereka tidak tahu caranya hingga melahirkan kerubian yang cukup lumayan.
harus dibongkar ulang oleh : Wayan King dan Wayan Asta
akibat diberi pupuk urea batang terbakar
vertiper yang ditabur urea ahirnya kering



(Rahmat Adinata,Ubud Gianyar Bali, 2013)

Selasa, 03 September 2013

“Memahami Alam..Demi Keberlanjutan”





Anggota Kelompok Jos sedang belajar membuat bekong

Sebuah kelompok beranggotakan 20 orang berkumpul di halaman radio Max Fm Waingapu ,Kabupaten Sumba Timur. Mereka sedang tekun belajar membuat
bekong untuk tempat biji semai sayuran organik. Tempat biji semai tersebut cukup sederhana dan mudah didapat, bahanya dari daun pisang.

“ini pertemuan kedua, minggu kemaren tanggal 25 Agustus 2013 kami membentuk kelompok ini , namanya Kelompok tani orgsnik “Jos”, sedangkan hari ini kami belajar dari Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI”.  Cerita  Raymon
Ramai-ramai isi biji kol
,ketua kelompok tani Jos. awal tentang budidaya sayuran organik dibimbing oleh i Ikatan Pertani Pengend
alian
Menurut Raymon lagi. Anggotanya dari berbagai elemen masyarakat, “ Ada PNS, mahasiswa ,anak SMA, dan petani. Kami punya kesamaan persepsi tentang lingkungan dan pertanian berkelanjutan, bagaimanapun alam mesti dijaga dan dilestarikan sebab dengan model organik kita bisa menjaga, menggunakan serta memelihara alam karena bahan yang digunakan sudah tersedia di alam sekitar.hingga lahirnya kelompok ini, alasannya kami haus dengan bimbingan tentang budidaya sayuran organik, kebetulan pihak radio mengundang kami ,maka jadilah kelompok Jos.”

Dari penuturan Pak  Henrick Dengi sebagaii pemilik radio MaxFm diadakannya pelatihan program pertanian organik bagi pendengar radio max fm bisa disebut sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat selama ini dalam bertani yang baik dan benar. “ jika teori atau informasi melalui siaran “Ayo Bertani Organik” mereka sering dengar, namun praktek langsung baru kali ini. Kelompok ini akan dibimbing oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia, IPPHTI selama enam bulan ke depan . pola “sekolah lapang.” Tuturnya
Masing-masing sibuk ambil bagian

Program pelatihan berupa sekolah lapang dengan praktek langsung di lahan belajar kelompok . lokasinya berdekatan dengan sungai payeti. Anggota kelompok Jos harap Pak Heinrick,  setelah praktek di lahan belajar diwajibkan membuka lahan masing masing di tempat tinggalnya.

“ Paling jauh peserta dari Londalima, tapi karena butuh ya mereka datang, sekolah lapang dilaksanakan setiap dua minggu sekali dalam sebulan.” Tandasnya

Dalam kelompok tersebut mereka asyik mendengarkan instruktur dari IPPHTI yang membimbingnya.
“Program pelatihan ini tidak banyak teori serta tidak ada buku panduannya, praktek lansung di lahan belajar. Coba pemerintah mengadakan pola seperti ini mungkin masyarakat akan senang . jika mau jujur Sumba Timur paling luas areal pertaniannya diantara empat kabupaten di pulau Sumba .Tapi dalam pangan paling tidak mandiri mengandalkan pasokan dari luar. “ Raymon menjelaskan.

Pendapat Julius Haba Lain lagi. “ kalau lahan dan masyarakat diberdayakan dengan perhatian pemerintah mungkin akan lain ceritanya. Otomatis tenaga kerja terserap, pendapatan asli daerah meningkat. Selama ini hanya jadi penonton saja.”

"Kami atas nama kelompok Jos yang ikut pelatihan ini, mengucapkan banyak terimakasih dan bersyukur dengan adanya dukungan dari Ibu Dr Rani Hadasah Manu Mesa. ini program yang sangat bermanfaat bagi kami." ucap Raymon sebagai ketua kelompok Jos, menunup obrolannya

Petensi alam melimpah , namun terkadang kita selalu mengeluh dari sisi negatifnya saja. Semoga dengan adanya pelatihan pemberdayaan pertanian organik oleh IPPHTI bersama radio Max Fm 96,9 Waingapu, Sumba Timur. Akan mampu menjadi titik pijak bagi kebangkitan pangan khusunya hortikultura bagi pulau Sumba.
Salam Organik ...! Joooos ....! (Jangan Omong Saja)

(Rahmat Adinata, Pulau Sumba,Sept. 2013)

Catatan: rekam jejak IPPHTI di Sumba Timur,NTT.

Senin, 02 September 2013

Namanya” Sekolah Lapang”



Sekolah Lapang Pertanian Organik ,SLPO Karuni .Di Desa Karuni Kecamatan Loura Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Dengan bimbingan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI. Sebuah program pemberdayaan petani  dalam hal meningkatkan kemandirian pangan.
Satu bentuk sekolah lapang diikuti beberapa orang petani dan penyuluh permengenaitanian  untuk belajar praktek bersama  pertanian organik. Di lahan belajar yang tidak begitu luas.
Mereka belajar dari mulai seleksi benih sehat, persemaian, pembuatan pupuk organik padat,pupuk organik cair, pestisida nabati, nutrisi ternak, pakan ternah dan tanam padi pola SRI (sistem Rice of Intesification) dibungkus dalam Sekolah Lapang.
Mengapa Sekolah Lapang?
Alas an yang utama adalah dengan adanya praktek langsung terhadap para petani merupakan bahasa petani yang paling sederhana serta mudah dipahami, dan itu adalah bahasanya  petani. Melalui praktek langsung akan mudah mengambil kesimpulan.
Lewat sekolah lapang atau SL. Petani akan memposisikan dirinya sebagai subyek bukan sebagai obyek, sebab mereka harus menggali potensinya sendiri yang dimiliki,  lahan dijadikan sebagai perpustakaan alam  serta lahan harus mampu dijadikan sebagai laboratoirium alam bagi petani.
Dalam program pertanian organik di SLPO Karuni ikut terlibat beberapa penyuluh pertanian belajar bersama dalam satu lahan .
“Dengan adanya program SLPO Karuni kesempatan bagi saya duduk berdampingan bareng petani, sehingga kendala dilapangan yang ditemukan dihadapi secara bersama-sama pula.” Ujar Yakobus Oramalo, salah seorang petugas penyuluh pertanian dari Weejewa timur.
Ternak dan Pertanian
Charles Geli, Ketua Kelompok SLPO Karuni

Pulau Sumba sejak dahulu terkenal dengan sebutan “Lumbung Ternak”  meski sebagian ternaknya dilepas di padang rumput, namun masih ada ternak-ternak dikandangkan. Sehingga kotoran ternaknya bisa  dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian sebagai pupuk dasar tanaman. Begitupun sebaliknya limbah pertanian bisa diperuntukan bagi ternak. Ternak dan pertanian tidak bisa dipisahkan.
“Karena masyarakat  belum paham cara bertani yang baik dan benar banyak kotoran ternak dibuang begitu saja tidak digunakan. Seperti kotoran ternak ayam yang saya miliki berkarung-karung dibuang jauh-jauh dari kandang.” Kata Mastur seorang peternak ayam pedaging di pulau Sumba.
Penanganan Hama dan Penyakit
Dalam budidaya tanaman baik sayur maupun padi. Jika petani menghadapi masalah serangan  hama dan penyakit yang ditanyakan langsung  apa obatnya? Ini adalah pemahaman yang keliru. Sebab walau bagaimanpun petani ikut andil menciptakan hama dan penyakit pada tanaman miliknya.tanpa mau mengetahui penyebabnya.
Para petani di Pulau Sumba belum memahami bagaimana membedakan hama, penyakit dan musuh alami/predator sampai ketingkat penanganannya. Hal ini diakibatkan oleh wawasan dan sumberdaya manusia  yang dimilikinya masih minim.
Contoh kasus di lalapangan : saat padi petani diserang hama tikus, otomatis petani  bertanya pada petugas penyuluh pertanian, apa obat untuk membunuh tikus? Padahal sesungguhnya petani itu ikut andil mendatangkan hama tikus. Dengan  pematang tidak bersih ,tidak dipakainya sistim legowo, tanam tidak seragam dan sebagainya. Sedangkan hama tikus paling suka di tempat kotor dan gelap serta rimbun.
“terkadang jika di lapangan ada kendala yang dihadapi petani kita sebagai petugas tidak tahu sering menghindar, padahal itu tidak menyelsaikan masalah.” Tandas Yakobus Oramalo
Tanam Padi Pola SRI (Sistem Rice of Intensification)                                                 
Pola SRI pertama kali diterapkan di Madagaskar seiring dengan waktu sampailah ke indonesia melalui berbagai pelatihan  MAS (manajemen Akar Sehat)
Pertama kali tanam padi pola SRI  di pulau Sumba oleh IPPHTI di desa Makamenggit, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur. Pada awal januari tahun 2012, saat dilanda rawan pangan akibat kemarau panjang. Hasil produksi berdasarkan sistem ubinan mencapai  6,4 ton perhektar.
Sedanglan di Karuni mulai tanam pada  pertengan bulan Juli tahun 2013, saat ini masuk usia 49 hst (Hari setelah tanam)/ minggu ke 7 , dengan rata-rata  padi mencapai 27 anakan dalam satu rumpun, padahal awal tanam hanya satu anakan saja.
“Ketika praktek tanam  pola SRI, hati ini ragu-ragu biasanya 5 sampai 6 bahkan 8 anakan dalam satu tancapan itu kebiasaan yang sudah turun temurun. Sekarang dengan melihat perkembangan dan pertumbuhan pada minggu ke 7 sudah terjawab dan rasa ragu hilang entah kemana.” Jelas Lusyiana Ghunu, seorang penyuluh yang ikut dalam kelompok SLPO Karuni.
Pola SRI hanya membutuhkan benih 8 kg perhektar, usia semai maksimal 12 hari, tanam satu, bisa hemat bibit, hemat air serta tanpa menggunakan bahan bahan kimia sintetis yang akan merusak sifat kimia biologis tanah. Kisaran produksi mencapai 10 hingga 12 ton setiap hektar.
“Kebiasaan kami petani disini kalau tebar benih antara 80 hingga 100 kg/ perhektar, jika usia semaipun paling cepat 3 minggu siap tanam, bahkan jika daunnya tinggi dipotong baru di tanam ke sawah. Pola SRI sangat jauh berbeda , semoga dengan model yang kami dapatkan akan mencerahkan kehidupan petani di Pulau Sumba.” Cerita Charles Geli , Ketua Kelompok SLPO Karuni
Semoga dengan adanya program pemberdayaan pertanian organi bagi masyarakat petani di Karuni Kabupaten Sumba Barat Daya . ke depan akan mampu meningkatkan wawasan dalam menuju kemandirian pangan daerah.
Salam Organik...!
(Rahmat Adinata, Koordinator IPPHTI Sumba)
Catatan : Rekam jejak IPPHTI di Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT







Awalnya Tidak Istimewa........


.
Membangun kemudian  membina sebuah kelompok tani bukanlah hal yang mudah, sebab jaman sekarang ini banyak kelompok yang dibangun hanya untuk mendapatkan bantuan saja, setelah bantuan/program habis,maka habis pula kegiatan kelompok itu. Maka yang ada hanya papan namanya saja.inilah kejadian ironis sering terjadi di negri “Agraris”

Pada ahir september 2012 sebuah kelompok yang bernama “Kawara Pandulang” dibentuk di daerah Kalu, Waingapu, Sumba Timur. Tadinya hanya coba –coba ingin berbudidaya sayuran.
Anggotanya pun hanya sembilan orang saja dengan memanfaatkan lahan kering sekitar 12 are, kebetulan waktu itu sedang dilanda kemarau panjang sehingga konidsi lahan yang digarap cukup menguras tenaga dan mental.

Dengan bimbingan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI. Kelompok kawara mulai budidaya sayuran yang sebelumnya tak pernah mereka tanam. Seperti, Kol, Timun Kiyuri, Bunga Kol ,Petcay dan semangka.
“Jangankan tanam ,untuk mengkonsumsinya saja kami di sini bisa dibilang setahun sekali kalau ada orang hajatan, itu pun jika sayurannya ada.” Kata Novianti Dembi tamar, ketua kelompok Kawara Pandulang.
“Sedangkan semangka kalau ada kiriman lewat kapal ke waingapu dari Bali atau Bima itu pun jika punya uang bisa beli ,kalau tidak ya gigit jari .” tandas Novi lagi.
Sebuah kelompok yang dihuni oleh 7 ibu-ibu dan dua lelaki berjalan terus seiring waktu. Apa yang mereka tanam kini telah membuahkan hasil. Keluarga  tadinya tidak pernah mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan kini mereka tak perlu membelinya ke pasar , bahkan mereka bisa jual .
 
“biasanya kami tanam saat musim hujan tanam  jagung ,hanya satu kali dalam setahun , hasilnyapun tidak seberapa. Setelah ditanami sayuran hasil cukup lumayan serta mampu membantu kebutuhan keluarga.” Ujar Yohana Laipiopa, sebagai anggota kelompok.
“Dengan pola pendampingan melalui IPPHTI, kami semakin semangat karena langsung praktek di lahan. Awalnya  tidak tahu menjadi tahu,  tentang seluk beluk budidaya sayuran kami dikenalkan, tentu saja yang cocok dengan iklim di daerah Sumba. Intinya kami merasa senang karena banyak menimba ilmu tentang pertanian,  sebelumnya tak terbayang akan kami dapatkan. Mulai dari persemaian, pengolahan tanah, perawatan dan pembuatan pupuk kompos organik.” Cerita Marselina teman Yohana sesama anggota kelompok Kawara Pandulang.

Dari 9  jadi 30
Dari keuletan mereka dalam berbudidaya sayuran, membuat tetangga sekitarnya mulai tertarik dengan hasil panen yang mereka dapatkan. Ahirnya memasuki bulan mei 2013 jumlah anggota Kawara Pandulang membengkak,tadinya hanya 9 orang saja kini jadi 30 orang.

Saat mereka bercocok tanam sayur banyak pengunjung sengaja datang belanja ke kebun kelompoknya, sehingga tidak sempat di kirim ke pasar karena keburu habis di kebun .
Selain pembeli tetangga sekitar, kadang ada juga pedagang pasar ke sini, namun terkadang juga tidak kebagian karena habis diborong.” Ujar Novianti.
Mungkin inilah yang membuat anggota kawara jadi bertambah, bagaimanapun perjuangan dan kerja keras novi dan kawan-kawan sudah mulai dihargai oleh para tetangga sekitarnya dengan bersedia menjadi anggota kelompoknya.
“Tadinya sih hanya iseng coba –coba tanam sayur satu atau dua bedeng saja , eeh malah kata kawan-kawan tanggung lebih baik luas sekalian biar hasilnya banyak.” katanya lagi, mengenang masa lalunya.

Sekarang Kawara Pandulang mendapat perhatian dari Pemda Kabupaten Sumba Timur, melalui Badan Bimas Ketahanan Pangan Sumba Timur lewat program Kawasan Rumah Pangan Lestari,KRPL.
Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan penganekaragaman pangan bagi keluarga. Sehingga apa yang dibutuhkan oleh keluarga berupa sayur tidak perlu repot lagi belanja ke pasar karena di tiap-tiap rumah sudah menanamnya di pekarangan.

“Kami dari BBKP Sumba Timur melihat kelompok yang sudah dan punya bukti dalam hal prestasi dibidang pangan, diantaranya kelompok Kawara Pandulang sudah menanam sayur organik sejak tahun lalu, jadi pantas kami pilih untuk mendapat bantuan.” Kata Johanes Radamuri, sebagai Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan ,BBKP kabupaten Sumba Timur.

Pada masa sekarang ini di kelompok kawara Pandulang seolah ada epphoria baru, halaman rumah kelompok yang tadinya sepi kini diramaikan oleh ibu-ibu anggota kelompok untuk belajar sekolah lapang tentang sayuran organik dengan bimbbingan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI.
Pertemuan dilaksanakan setiap sabtu sore. Sekolah lapang  dilaksanakan dari mulai belajar membuat bekong berbahan daun pisang untuk tempat biji semai  , pemberiasn pupuk, cara memanfaatkan pekarangan hingga pembuatan pestisida nabati dan perawatan tanaman.
“ ini merupakan hal baru bikin polibag dari daun pisang untuk semai biji sayur, daripada pakai pelastik harus beli,lebih mudah daun pisang ramah lingkungan.” Ucap Ibu Albertina.
Hal senada juga diungkapkan oleh Agustina  dan Tresia sebagai anggota yang baru masuk kelompok. “ Tadinya kotoran ternak dibuang -buang tidak
pernah dilirik apalagi dimanfaatkan, sekarang setelah menerima bimbingan dari IPPHTI sepertinya semua berharga dan bermanfaat.”

Awalnya tidak istimewa dan hanya coba –coba . namun jika ditekuni dengan serius akan membuahkan hasil, dan akan menularkan manfaat bagi sesama.
Semoga dengan lahirnya Kelompok wanita Tani “Kawara Pandulang” yang bergerak dalam budi daya sayuran organik, di Kabupaten Sumba Timur merupakan  embrio, sehingga nantinya akan lahir dengan sempurna. Dampaknya  bisa menularkan virus fositif bagi kebangkitan dan kemandirian pangan bagi wilayah Pulau Sumba.amin.

Bangunlah Badannya.......
Bangunlah Jiwanya......
Untuk Indonesia Raya......!
(Radita, Pulau Sumba, Agustus 2013)
Catatan: Rekam Jejak Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonbesia,IPPHTI. Di Kabupaten Sumba Tumur.NTT