Selasa, 24 Mei 2016

Catatan Film Dokumenter : "Kita,Alam Dan Masa Depan"

Gambar diambil dari laptop

“Apa Mimpi bapak ke depan..?”

“Mimpi saya bagaimana caranya supaya petani itu cerdas,sebab ketahanan pangan itu dasarnya ketahanan pengetahuan petaninya dulu yang digarap. Jangan bicara produksi atau swasembada pangan sebelum petaninya dimuliakan,sebelum petaninya dicerdaskan terlebih dahulu.Swasembada merupakan otomatisasi dari tingkat kecerdasan atau SDM petaninya”

“Kemudian Pak...?”

“Semoga Sumba menjadi sebuah Pulau yang organik,sebab tanah ,air dan udaranya masih alami.”

Itulah bagian dari dialog dalam Film Dokumenter “Kita,Alam Dan Masa Depan” yang diproduksi oleh BaKTI dalam Program Pengelolanan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM) ,Proyek Kemakmuran Hijau dari MCAI.

Film Dokumenter  dengan durasi waktu 17,11 detik. Pertama kali diputar di Sumba Timur pada Hari Senin tanggal ,23 Mei 2016,bertempat di Kampus Universitas kriswina Sumba(UNWINA). Menghadirkan Kelompok Wanita Tani,Dinas Pertanian ,BP4K,DPRD Sumba Timur , beberapa LSM  serta jurnalis.Menurut manajer  BaKTI  area Sumba ,Wenda Radjah,Film Dokumenter ini akan terus bersafari atau road show ke tiap kabupaten di Pulau Sumba.

“BaKTI tugasnya mengkampanyekan hasil- hasil karya nyata yang ada di masayarakat ,baik itu berupa majalah,kartun dan Film Dokumenter,dengan nama pengetahuan hijau.” Ujar Riky sebagai Monev BaKTI saat membuka pemutaran perdana Film Dokumenter tersebut di Kampus UNWINA ,Waingapu Sumba Timur.

Dalam Film tersebut,Bagaimana Masyarakat Desa Aik Bual,Lombok ,NTB  menjaga sungai sebagai aliran urat nadi kehidupan,dengan menjaga dan membersihkannya dari sampah –sampah yang mengotorinya. “Jika di atas bersih maka di bawahpun harus bersih.” Begitu ucap Safarudin ,sebagai penggerak kebersihan sungai,dari Desa Aik Bual Lombok NTB.
Dari Narmada Kabupaten Lombok Barat,seorang ibu Hj.Ummi Ningsih bagaimana memanfaatkan sampah organik dan an organik hingga meningkatkan ekonomi rumah tangga bersama anggota ibu-ibu PKK di Desanya.

“Sampah organik kita beli dari mayarakat,kemudian dijadikan pakan ternak.kalau sampah an organik atau plastik kita daur ulang agar lebih berguna.” Ujarnya menjelaskan

Di Pulau Sumba
Liputan di Mauliru Sumba Timur
Liputan Film Dokumenter di Pulau Sumba hanya di Kabupaten Sumba Timur,NTT. Dalam Film , menggambarkan bagaimana cara tanam padi dengan sistim maju tidak mundur lagi “ Jika petani mau maju maka tanampun harus maju.” Begitu cuplikan dalam dialog Rahmat Adinata,dari Gerakan Petani Nusantara dengan Kadek Baruna ,di sawah  Mauliru ,Waingapu Sumba Timur.

Dari Lewa, Ibu Marthina Taraamah sebagai pengguna biogas menjelaskan,begitu besarnya manfaat memiliki biogas hingga limbahnya bisa digunakan sebgai pupuk organik. “Limbah biogas BIO SLURRY setelah dipermentasi mampu memperbaiki struktur tanah,menjaga unsur hara untuk keuburan tanah hingga prodktifitas pertanian meningkat.” Ujarnya
“Acara Ayo Bertani Organik” di radio Max 96,9 Fm  masuk dalam tayangan dokumenter tersebut,sebab bagaimanapun  petani memiliki hak yang sama dalam mendapatkan informasi.

“Selama ini ketika bertemu dengan petani terlihat betul bahwa mereka itu sangat  kurang informasi,mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi,seperti kenapa gagal panen terus,kenpa diserang hama terus. Di sini seperti ada informasi yang tidak sampai kepada petani.Nah di acara Ayo Bertani Organik,petani boleh berinteraksi langsung,boleh bertanya kemudian ada solusi-solusi yang praktis seputar persoalan-persoalan yang dihadapi oleh petani.” Jelas Heinrich Dengi ,sbg pemilik Radio MaxFm Waingapu Sumba Timur.

Terima kasih Yayasan BaKTI Makasar,semoga tontonan Film ini akan menjadi inspirasi dan tuntunan bagi siapapun yang menyaksikannya. (Radita,25/5/16)

Rahmat Adinata,Waingapu 25/5/16
Gerakan Petani Nusantara.











Minggu, 08 Mei 2016

Menghargai Yang Tidak Berharga

Petani sedang melakukan pengisian pupuk ke bekong dari daun pisang


Koker atau polibag secara umum masyarakat mengenalnya dari pelastik untuk persemaian tanaman.Namun yang dipraktekan oleh para petani organik di Kelompok Matawai Amah.Mereka memanfaaatkan bekong atau koker untuk tanaman persemaiannya dari daun pisang.
“Ini baru pertama kali bagi kami,ternyata sangat mudah pembuatannya serta bahan pun mudah didapatkan.Selama ini daun pisang  dibiarkan begitu saja.”  Ujar Paulus Warandoy,Ketua kelompok Matawai Amah,Desa Yubuway,Kecamatan Kahaungueti,Kabupaten Sumba Timur.

Susunan bekong dari daun pisang
Cara seperti ini bukanlah yang pertama di Yubuway,Sumba Timur.Awal mula pembuatan bekong dari daun pisang dikenalkan oleh Rahmat Adinata,bersama IPPHTI pada Sekolah Lapang pertanian Organik ,SLPO Makamenggit,Desa makamenggit,Kecamatan NGGOA.Tahun 2012.

Persemaian Paria dalam bekong siap tanam
Dengan menggunakan daun pisang selain praktis baik pembuatan maupun mendapatkan bahan yang sudah tersedia di alam sekitar,petanipun belajar menghargai lingkungan yang ada.Kelebihan daun pisang akan busuk dengan sendirinya berbeda dengan bahan koker plastik.

Sejarah awalnya dengan sistim bekong ini biasa diterapkan di daerah dataran tinggi penghasil hortikltura,seperti Pangalengan,Lembang Jawa Barat. Kini diterapkan di Pulau Sumba.Jenis sayuran yang sering pakai bekong biasanya tanaman hortikultura seperti :Kol,Tomat,Cabai,Kembang Kol,semangka,Melon,Paria hingga persemaian bawang merah dari biji.Hal ini bertujuan agar kondisi akar tidak terganggu saat melakukan penanaman.

Ibu  Ernesta Leha (ETA) di Persemaian hortikultura
Kelompok Matawai Amah,Yubuway
Banyak cara menyimpan tempat biji semai untuk Tanaman sayuran,buah-buahan dan sejenisnya.Ada dengan cara Brownies,Pocis,Bekong.Dengan cara Brownies tanah yang telah dicampur pupuk dicetak pakai alat khusus,agar membentuk kubus,Baru biji tanaman sayuran diletakan di atasnya.Sedangkan dengan cara bekong kita harus membuat terlebih dahulu lingkaran –lingkaran daun pisang dengan lebar 3 cm tinggi 3 cm,ditindik pakai lidi kering yang berfungsi sebagai pengunci daun.Biji semai sayuran kemudian ditutup dengan serbuk gergaji agar terasa ringan saat pertumbuhannya.

Dari cara-cara di atas agar persemaian tanaman tidak terganggu akarnya saat dipindah ke lahan dalam keadaan aman serta cepat adaftasi dengan kondisi barunya.
Tanam Kol  setelah dipindah dari persemaian
Untuk pembuktian tersebut,pada hari sabtu,8-Mei-2016 kelompok Matawai Amah,tanam kol dan Paria , telah menggunakan bekong dari daun pisang sebagai tempat biji semainya.Dalam pemindahanyapun tidak terlalu sulit.
“Kondisi tanaman setelah dipindah tetap kelihatan segar,sebab akarnya masih utuh.” Kata umbu Johanis,petani Yubuway anggota Kelompok Matawai Amah,Desa Yubuwai
Kondisi sumba dengan rentang kemarau panjang 8 hingga 9 bulan,alangkah bijak jika para petaninya dikenalkan pada praktek –praktek pertanian yang ramah lingkungan.Mengahargai yang tidak berharga hingga memiliki satu nilai,itulah esensi dari pertanian yang berkelanjutan yang orientasinya pada pertanian ramah lingkungan.


Rahmat Adinata,Waingapu (9/5/16)
Gerakan Petani Nusantara (GPN)