Sabtu, 17 Agustus 2013

Kelompok Wanita Tani "Kawara Pandulang" Kalu SumbaTi mur,NTT

Mungkin inilah yang bisa dilakukan oleh kelompok  wanit tani Kawara Pandulang ,Kalu sumba
timur. dalam memperingati kemerdekaan Republik Indonesia dengan melakukan aktivitas kegiatan mencampur pupuk organik  padat untuk persemaian di kebun bibit kelompoknya.
Selain itu mereka sekalian membuka arisan kelompok agar pulang ke rumah bagi yang menang bisa membawa kabar bahagia kepada  keluarganya.                             


 k
           (Radita,Pulau Sumba /17/8/2013)
Catatan: Rekam Jejak IPPHTI,Ikatan Petani Pengendalian Hama Tewrpadu Indonesia, di Kabupaten Sumba Timur,NTT.

Jumat, 16 Agustus 2013

"Ibu-ibu Berjuang Demi Pangan"



 Masih segar dalam ingatan saat kedatangan seorang ibu dari Kalu ke studio radio Max Fm 96,9 Waingapu Sumba timur. Waktu itu sekitar  awal bulan Oktober tahun 2012.
Ibu tersebut  mengaku sebagai pendengar setia radio max fm dalam acara “ Ayo Bertani Organik” yang tayang setiap hari minggu mulai jam 18 .00 hingga 20.00 malam Wita. Kedatangannya kebetulan  diterima oleh Direktur Radio Max fm, Heinrick dengi.
“kang ada seorang  ibu minta diajarkan cara bertani sayuran organik, baru saja pulang mungkin sebentar sore kita berkunjung ke lahannya, bagaimana?” Kata pak Heinrick sambil setengah bertanya.
Sorenya mengunjungi lahan  tersebut, tampak beberapa orang ibu sedang sibuk mencangkul lahannya.lahan yang digarap ada 20 are Situasi waktu itu sedang kemarau, kering total karena sudah hampir lima bulan tidak turun hujan.
Tanah yang dicangkulpun mengeras selain mengeluarkan debu, namun yang perlu diacungi jempol adalah semangatnya. Setelah dicangkul tanah dihacurkan dengan kayu, mungkin supaya jadi lembut memudar sebab setelah dicangkulpun masih tetap membatu.
“beginilah kondisi tektur tanah di Sumba Kang, keras jika kemarau namun jika sudah kena air hujan lengket.” Ujar pak Heinrick menjelaskan.
Ada lima orang ibu-ibu yang sedang mengerjakan lahan itu, mereka tekun tanpa menghiraukan kerasnya tanah saat kemarau.” Mungkin kerasnya tanah bisa dikalahkan dengan kerasnya hati.” Begitu katanya.
Inilah Sumba, dimana cara bertani seperti pengolahan lahanpun masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan daerah lain. Mereka belum mengenal sistem bedengan untuk menghindari banjir saat musim hujan atau pemilahan untuk tempat tanaman.
“kami ingin sekali belajar tanam sayur untuk kebutuhan gizi keluarga, seperti yang akang siarkan di radio, makanya saya datang ke studio memohon bimbingan siapa tahu bisa, ibu-ibu pun baru gabung hari ini, sebab kata pak Heinrick harus berkelompok baru bisa dibimbing.” Begitu kata seorang ibu sebagai penggagasnya yang bernama Novianti.
Kondisi cuaca sedang kemarau, tanah-tanah retak mengeras, pepohonan meranggas ditambah lagi angin hawanya panas, pulau Sumba bisa disebut cuacanya ekstrim bila membandingkan dengan daerah-daerah lain di belahan Nusantara ini. Cuaca dengan angin yang kurang nyaman adalah pengaruh dari padang savana , sebab jika kemarau rerumputan mengering yang nampak hanyalah bebatuan, sedang ketebalan tanah  sekitar 3 hingga 5 centimeter saja. Dampaknya bila terkena sinar matahari langsung akan memantulkan hawa panas dari bebatuan tersebut.
Meski kemarau, panas terik. Namun tak mengurangi semangat ingin bertanam sayur bagi ibu-ibu .” jika dibimbing bagaimana caranya merawat hingga panen kami ingin sekali menanam kol, timun dan semangka, air untuk nyiram ada sumur, mungkin nanti ibu ibu yang akan memikulnya.” Kata Novianti setengah berharap.
“Soalnya seperti kol kami bisa makan jika ada yang hajatan itupun kalau kol ada, jika tidak ya bisa setahun atau dua tahun sekali bisa mengkonsumsinya.” Tambah novianti lagi.
"Kami sudah menamakan kelompoknya Kawara Pandulang artimya saling membantu ,kebetulan sekarang  tanggal 5 Oktober -2012." kata Novianti lagi.
kami hanya mengiyakan saja nama kelompok yang dibentuk secara mendadak diantara ibu-ibu yang sedang menggarap lahan itu.

“Di sini sayuran sejenis kol saja bisa disebut  barang langka, kalaupun ada di kirim dari Bima atau Bali dan harganya sangat mahal untuk ukuran masyarakat di sini.” Pak heinrick menambahkan.
“Begini ibu-ibu setelah saya tadi ngobrol dengan Akang, beliau siap membimbing mulai besok sore, jadi siapkan saja daun pisang untuk awal belajar persemaian sayur, selain itu beliau juga akan memberikan bimbingan cara mengolah lahan untuk sayuran.” Pak Heinrick lagi-lagi menjelaskan pada ibu-ibu.
. “ untuk kebutuhan gizi keluarga.” Itulah kata –kata yang paling berkesan saat dilontarkannya.ternyata panas teri bukanlah halangan bagi sekelompok ibu-ibu, sebab kebutuhan tak bisa ditunda-tunda.
Hari mulai gelap kamipun pamit dan berjanji esok harinya akan datang kembali. Ada senyum di wajahnya, ada tetes cahaya yang akan menghinggapinya
(Radita,Pulau Sumba, Agustus 2013)
catatan:Rekam jejak IPPHTI, di Kalu,Kelurahan Prailiu,Kecamatan Kambera,Kabupaten Sumba Timur,NTT. 2012/2013










“Tidak Seharusnya Mengeluh,,,..!"




“kita memang sudah terlena dangan menganggap semua yang ada di alam sekitar seperti tidak ada manfaatnya.” Celetuk seorang anggota Sekolah Lapang Pertanian Organik,SLPO Karuni,Sumba Barat Daya.
Kebetulan pada hari itu  semua anggota sedang melakukan pembuatan pupuk kompos organik padat sebagai pupuk dasar tanaman padi nantinya. Dengan serius para peserta SLPO Karuni ikut praktek langsung yang dibimbing oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI.
“selama ini karena kita tidak tahu manfaatnya hijauan seperti pohon kebala/belalang, lamtoro, daun gamal  dibabat kemudian dibakar bahkan jeramipun seperti sampah , gak sabar juga dibakar kemudian dibiarkan begitu saja.” Cerita Charles Geli selaku ketua SLPO Karuni. Seolah menyesalinya.
Mungkin kita tidak sadar atau memang tidak menyadarinya bahwa segala sesuatu yang ada di alam ada manfaatnya, apalagi yang namanya petani kebutuhan pupuk dasar merupakan hal yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman agar ketika masa panen bisa menghasilkan dengan memuaskan.
“Jangankan hijauan ,kotoran ternakpun tak pernah kita hiraukan selama ini, yang lebih parah lagi saat musim hijan mengalir terbawa arus hujan begitu saja. Sekarang sudah tahu fungsinya otomatis kita selaku petani akan memanfaatkannya” ujar Lhusiana Ghunu salah seorang anggota SLPO Karuni.
Pulau Sumba merupakan lumbung ternak tingkat nasional, selain memiliki padang rumput yang luas untuk gembala ternak,pendudukpun masih memelihara ternak yang dikandangkan di setiap rumahnya. Bahkan ada ungkapan “Bukan orang Sumba jika tidak memiliki ternak”
Selama ini kotoran ternaknya seperti terbuang percuma tidak dimanfaatkan. Ini adalah sesuatu yang sangat ironis tentunya.” Dengan adanya program bimbingan langsung dari IPPHTI, kami merasa  bersyukur karena sudah dibukakan dari keterpurukan pola pikir kami selama ini. Untuk bahan pupuk saja kita tidak perlu repot tinggal memompa semangat jika mau berubah.” Ujar ketua SLPO Karuni, Charles Geli. Usai pembuatan pupuk kompos organik di samping rumahnya..
Alam memang penuh misteri, jika kita tadak mau belajar mungkin selamanya tidak akan pernah mensyukurinya.
Bangunlah badannya........
Bangunlah jiwanya...........
Untuk Indonesia Raya.......!!!

(Radita, Pulau Sumba /8/2013)
Catatan: Rekam jejak IPPHTI di  Desa Karuni, Kecamatan Loura, Sumba Barat Daya.




                                              "Setelah bikin pupuk haus,lumayan minuman organik" 



Add caption

Kamis, 15 Agustus 2013

Rahmat Bagi Semua Alam: “KARUNI” Ingin Bersolek

Rahmat Bagi Semua Alam: “KARUNI” Ingin Bersolek: P ertenga ha n bulan   Mei 2013 , Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia ,IPPHTI .diundang ke Kabupaten Sumba Barat D...

Rahmat Bagi Semua Alam: “KARUNI” Ingin Bersolek

Rahmat Bagi Semua Alam: “KARUNI” Ingin Bersolek: P ertenga ha n bulan   Mei 2013 , Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia ,IPPHTI .diundang ke Kabupaten Sumba Barat D...

“KARUNI” Ingin Bersolek






Pertengahan bulan  Mei 2013 , Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI.diundang ke Kabupaten Sumba Barat Daya oleh bapak Johan Wijaya, dengan maksud apa dan harus bagaimana menyikapi serta mensiasati nasib petani di Sumba Barat Daya. Alasan menurut Pak Johan Wijaya, ingin memberikan perhatian pada sesama khusus petani, supaya sumber daya manusianya ,SDM bertambah agar setiap kali panen maksimal
Pada tengah hari petani berkumpul di rumahnya bapak MM.Pono ada sekitar 21 orang. Apa yang disampaikan oleh IPPHTI  mereka semua kaget dan tidak percaya.
“Bagaimana mungkin satu hektar  tebar bibit padi hanya 8 kilo gram?  Tanya seorang bapak yang rambutnya sudah putih, “kita disini sudah terbiasa tebar bibit sekitar 80 kg hingga satu kwintal.” Katanya lagi setengah berteriak.
Namun itulah kenyataan di lapangan ,apalagi jika berhadapan dengan yang  namanya petani, mereka akan bertahan apa yang diwariskan oleh nenek moyangnya yang sudah turun temurun.
Setelah banyak mengumpulkan data yang digali dari kumpulan tersebut ,para petani tetap saja masih bertanya dan penasaran. Ya wajar saja karena pola tanam yang akan diberikan pada mereka semuanya serba baru dan  tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.
“ biasa kami tanam lima atau enam anakan padi dalam satu tancapan, sedangkan yang bapak jelaskan tadi hanya satu anakan saja,terus  usia  semai maksimal cukup 12 hari saja langsung tanam, kami di sini biasa usia tiga minggu lebih itu baru bias tanam, ini benar-benar aneh.” Kata bapak satunya lagi masih tetap tidak percaya,usai pertemuan berahir.
Pertemuan berlangsung sekitar 3 jam  , apa yang disampaikan oleh IPPHTI yang akan diberikan pada mereka berupa teknik budidaya pola SRI (system  Rice of intensification)  di mana dengan pola  ini banyak keungulan serta keuntungannyabagi para petani dalam meningkatkan ketahanan pangan. Bisa  hemat bibit 8 kg perhektar,tanam satu, jarak 25 cm,hemat air dengan hasil maksimal bisa mencapai 10 sampai 12 ton padi setiap hektarnya.serta tanpa memakai bahan –bahan kimia sintetis.
“ini benar-benar aneh atau mau menipu kita dengan topeng program? Tanya  yang hadir bicara pada temannya setengah berbisik dalm pertemuan itu.  “ mana bisa tidak pakai pupuk kimia sedang selama ini pakai pupuk kimia saja hasil selalu sedikit, apalagi tidak pakai pupuk kimia?” bisiknya lagi
Ini adalah dilemma dalam masyarakat petani kita di negri ini, mereka sudah ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia sintetis yang instan,wajar dan manusiawi jika petani memiliki anggapan begitu.
Ketika dijelaskan bahwa dalam program yang akan berjalan kebutuhan tanaman akan dibimbing hingga menghasilkan untuk tanaman, seperti , pembuatan pestisida nabati untuk menanggulangi hama dan penyakit, pembuatan pupuk kompos organic dan pembuatan pupuk organic cair. Semua bahan tersebut sudah disediakan di alam sekitar.

Dari sekian yang hadir dalam pertemuan itu hanya bebera orang saja yang menanggapi maksud program yang akan diberikan oleh IPPHTI.” Kami ingin melihat dulu karena kami ingin berubah, singkatnya  petani Desa Karuni ingin bersolek dalam hal pangan untuk Pulau Sumba . semoga apa yang akan bapak berikan membuat kami cantik dalam penghasilan panen nantinya.” Kata seorang ibu saat kami mau pamitan.

Ya semoga saja program yang akan diberikan melalui IPPHTI dengan dukungan Pak Johan Wijaya mengalami kelancaran di daerah Desa Karuni, Kecamatan Loura ,Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT.

Bangunlah badannya…….
Bangunlah jiwanya………
Untuk Indonesia Raya……!!
(Radita, Pulau Sumba. Agustus /2013)
catatan : rekam jejak Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI di Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT, 2013












Senin, 12 Agustus 2013

"Kami Bukan Pemalas....!"


""kami seperti terbangun dari tidur yang lelap.' kata Yunita, seorang nona dari daerah panda yang sedang memanen tanaman timun organiknya.






Ungkapan tersebut merupakan sebuah sukacita yang dilontarkan olehnya, karena pertama kali tanam timun kiyuri langsung panen dengan bagus hasilnya. Yunita (18 tahun) baru saja lulus dari SLTA dan langsung ikut belajar budidaya sayuran organik dengan bimbingan IPPHTI, di daerah Panda Kelurahan Wangga ,Kecamatan Kambera,Kabupaten Sumba timur.
Ada 15 orang anggota teman Yunita yang tergabung kedalam kelompok "Panda Organik" yang dibimbing oleh IPPHTI (Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia).
sebagian tanam semangka , tomat, kol dan sayuran yang lain.
"Banyak stigma-stigma negatif dari orang sumba kepada orang Sumba sendiri, namun mereka hanya bisanya omong saja tanpa mampu memberikan solusi. buktinya anggota kami setelah dibimbing dan dan didampingi bisa berhasil tanam sayur organik." kata Agustina, ketua kelompok Panda organik.
"Kami bukan pemalas... jika diberitahu caranya pasti kami mampu."ujarnya lagi.
"jika petani dijadikan subyek atau penentu di lahannya pasti berhasil, namun jika dijadikan obyek ya jalan ditempat dan akan selalu ketergantungan terus, semoga ini merupkan awal yang bagus bagi Kami orang Sumba setelah dibimbing oleh IPPHTI." kata Papa Lado menambahkan .
ya... terkadang ada saja lontaran -lontaran yang negatif sering terdengar, mungkin karena melihat segala sesuatu hanya dengan paktor masalahnya saja, tidak melihat dari sisi potensinya. alangkah indah jika kebutuhan sayuran saja bisa memenuhi warga setempat tidak tergantung pada pulau lain. mungkin ini sebuah tanggung jawab kita semua sebagai anak bangsa, demi terwujudnya pemenuhan giji bagi keluarga,agar anak-anak kita tumbuh sehat dan cerdas nantinya. semoga Pulau Sumba bisa bangkit sejajar dengan daerah - daerah lain di pangkuan bumi pertiwi. (Radita,11/8/13)

"Kalau Tidak Mencoba Tanam...?"


Selama ini kebutuhan sayuran ekslusif di daerah Sumba hampir sebagian besar dikirim dari luar pulau, padahal tanah yang ada sangat subur dan bisa tumbuh normal jika masyarakat Sumba berani menanamnya.
"sebetulnya para petani bukan tidak mau tanam sayuran seperti kol,bunga kol, tomat apel dan sayuran lainnya.tapi lebih karena mereka tidak tahu caranya ." kata Novianti Dembi Tamar, ketua kelompok wanita tani Kawara Pandulang, di Kalu Sumba Timur.
"Namun setelah dibimbing oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI. kami jadi tahu caranya dan tambah semangat, karena harga sayur bisa stabil dan mahal harganya selain itu  peluang juga  untuk orang-orang Sumba yang mau berubah." tambahnya lagi.
IPPHTI, sudah sejak bulan oktober 2012 membimbing ibu-ibu petani di Kalu Sumba Timur,bahkan sudah beberapa kali kelompok tersebut mengalami panen sayuran organik hasil karyanya.
" Hasil produksi belum sempat di kirim ke pasar waingapu, karena begitu panen dibeli langsung oleh warga sekitar. kita jual kol di sini dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 20.000/ pohon. ini sangat menjanjikan untuk kesejahteraan para petani." ujar ibu Johana Anajua, salah seorang anggota Kawara Pandulang di Kalu Sumba Timur.(Radita,11/8/13)

      



            "

"Hanya dengan mencoba praktek bisa diambil kesimpulan..... apapun itu! salam organik.....!