Kamis, 15 Agustus 2013

“KARUNI” Ingin Bersolek






Pertengahan bulan  Mei 2013 , Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI.diundang ke Kabupaten Sumba Barat Daya oleh bapak Johan Wijaya, dengan maksud apa dan harus bagaimana menyikapi serta mensiasati nasib petani di Sumba Barat Daya. Alasan menurut Pak Johan Wijaya, ingin memberikan perhatian pada sesama khusus petani, supaya sumber daya manusianya ,SDM bertambah agar setiap kali panen maksimal
Pada tengah hari petani berkumpul di rumahnya bapak MM.Pono ada sekitar 21 orang. Apa yang disampaikan oleh IPPHTI  mereka semua kaget dan tidak percaya.
“Bagaimana mungkin satu hektar  tebar bibit padi hanya 8 kilo gram?  Tanya seorang bapak yang rambutnya sudah putih, “kita disini sudah terbiasa tebar bibit sekitar 80 kg hingga satu kwintal.” Katanya lagi setengah berteriak.
Namun itulah kenyataan di lapangan ,apalagi jika berhadapan dengan yang  namanya petani, mereka akan bertahan apa yang diwariskan oleh nenek moyangnya yang sudah turun temurun.
Setelah banyak mengumpulkan data yang digali dari kumpulan tersebut ,para petani tetap saja masih bertanya dan penasaran. Ya wajar saja karena pola tanam yang akan diberikan pada mereka semuanya serba baru dan  tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.
“ biasa kami tanam lima atau enam anakan padi dalam satu tancapan, sedangkan yang bapak jelaskan tadi hanya satu anakan saja,terus  usia  semai maksimal cukup 12 hari saja langsung tanam, kami di sini biasa usia tiga minggu lebih itu baru bias tanam, ini benar-benar aneh.” Kata bapak satunya lagi masih tetap tidak percaya,usai pertemuan berahir.
Pertemuan berlangsung sekitar 3 jam  , apa yang disampaikan oleh IPPHTI yang akan diberikan pada mereka berupa teknik budidaya pola SRI (system  Rice of intensification)  di mana dengan pola  ini banyak keungulan serta keuntungannyabagi para petani dalam meningkatkan ketahanan pangan. Bisa  hemat bibit 8 kg perhektar,tanam satu, jarak 25 cm,hemat air dengan hasil maksimal bisa mencapai 10 sampai 12 ton padi setiap hektarnya.serta tanpa memakai bahan –bahan kimia sintetis.
“ini benar-benar aneh atau mau menipu kita dengan topeng program? Tanya  yang hadir bicara pada temannya setengah berbisik dalm pertemuan itu.  “ mana bisa tidak pakai pupuk kimia sedang selama ini pakai pupuk kimia saja hasil selalu sedikit, apalagi tidak pakai pupuk kimia?” bisiknya lagi
Ini adalah dilemma dalam masyarakat petani kita di negri ini, mereka sudah ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia sintetis yang instan,wajar dan manusiawi jika petani memiliki anggapan begitu.
Ketika dijelaskan bahwa dalam program yang akan berjalan kebutuhan tanaman akan dibimbing hingga menghasilkan untuk tanaman, seperti , pembuatan pestisida nabati untuk menanggulangi hama dan penyakit, pembuatan pupuk kompos organic dan pembuatan pupuk organic cair. Semua bahan tersebut sudah disediakan di alam sekitar.

Dari sekian yang hadir dalam pertemuan itu hanya bebera orang saja yang menanggapi maksud program yang akan diberikan oleh IPPHTI.” Kami ingin melihat dulu karena kami ingin berubah, singkatnya  petani Desa Karuni ingin bersolek dalam hal pangan untuk Pulau Sumba . semoga apa yang akan bapak berikan membuat kami cantik dalam penghasilan panen nantinya.” Kata seorang ibu saat kami mau pamitan.

Ya semoga saja program yang akan diberikan melalui IPPHTI dengan dukungan Pak Johan Wijaya mengalami kelancaran di daerah Desa Karuni, Kecamatan Loura ,Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT.

Bangunlah badannya…….
Bangunlah jiwanya………
Untuk Indonesia Raya……!!
(Radita, Pulau Sumba. Agustus /2013)
catatan : rekam jejak Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI di Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT, 2013












Tidak ada komentar:

Posting Komentar