Pertengahan bulan Mei 2013 ,
Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI.diundang ke Kabupaten
Sumba Barat Daya oleh bapak Johan Wijaya, dengan maksud apa dan harus bagaimana
menyikapi serta mensiasati nasib petani di Sumba Barat Daya. Alasan menurut Pak
Johan Wijaya, ingin memberikan
perhatian pada sesama khusus petani, supaya sumber daya manusianya ,SDM bertambah agar setiap
kali panen maksimal’
Pada tengah hari petani berkumpul di rumahnya bapak
MM.Pono ada sekitar 21 orang. Apa yang disampaikan oleh IPPHTI mereka semua kaget dan tidak percaya.
“Bagaimana mungkin satu hektar tebar bibit padi hanya 8 kilo gram? Tanya seorang bapak yang rambutnya sudah
putih, “kita disini sudah terbiasa tebar bibit sekitar 80 kg hingga satu
kwintal.” Katanya lagi setengah berteriak.
Namun itulah kenyataan di lapangan ,apalagi jika
berhadapan dengan yang namanya petani,
mereka akan bertahan apa yang diwariskan oleh nenek moyangnya yang sudah turun
temurun.
Setelah banyak mengumpulkan data yang digali dari
kumpulan tersebut ,para petani tetap saja masih bertanya dan penasaran. Ya
wajar saja karena pola tanam yang akan diberikan pada mereka semuanya serba
baru dan tidak pernah mereka lakukan
sebelumnya.
“ biasa kami tanam lima atau enam anakan padi dalam
satu tancapan, sedangkan yang bapak jelaskan tadi hanya satu anakan
saja,terus usia semai maksimal cukup 12 hari saja langsung
tanam, kami di sini biasa usia tiga minggu lebih itu baru bias tanam, ini
benar-benar aneh.” Kata bapak satunya lagi masih tetap tidak percaya,usai
pertemuan berahir.
Pertemuan berlangsung sekitar 3 jam , apa yang disampaikan oleh IPPHTI yang akan
diberikan pada mereka berupa teknik budidaya pola SRI (system Rice of intensification) di mana dengan pola ini banyak keungulan serta keuntungannyabagi para petani dalam meningkatkan ketahanan pangan.
Bisa hemat bibit 8 kg perhektar,tanam
satu, jarak 25 cm,hemat air dengan hasil maksimal bisa mencapai 10 sampai 12
ton padi setiap hektarnya.serta tanpa memakai bahan –bahan kimia sintetis.
“ini benar-benar aneh atau mau menipu kita dengan
topeng program? Tanya yang hadir bicara
pada temannya setengah berbisik dalm pertemuan itu. “ mana bisa tidak pakai pupuk kimia sedang
selama ini pakai pupuk kimia saja hasil selalu sedikit, apalagi tidak pakai
pupuk kimia?” bisiknya lagi
Ini adalah dilemma dalam masyarakat petani kita di
negri ini, mereka sudah ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia sintetis yang
instan,wajar dan manusiawi jika petani memiliki anggapan begitu.
Ketika dijelaskan bahwa dalam program yang akan
berjalan kebutuhan tanaman akan dibimbing hingga menghasilkan untuk tanaman,
seperti , pembuatan pestisida nabati untuk menanggulangi hama dan penyakit,
pembuatan pupuk kompos organic dan pembuatan pupuk organic cair. Semua bahan
tersebut sudah disediakan di alam sekitar.
Dari sekian yang hadir dalam pertemuan itu hanya bebera
orang saja yang menanggapi maksud program yang akan diberikan oleh IPPHTI.”
Kami ingin melihat dulu karena kami ingin berubah, singkatnya petani Desa Karuni ingin bersolek dalam hal
pangan untuk Pulau Sumba . semoga apa yang akan bapak berikan membuat kami cantik dalam
penghasilan panen nantinya.” Kata seorang ibu saat kami mau pamitan.
Ya semoga saja program yang akan diberikan melalui
IPPHTI dengan dukungan Pak Johan Wijaya mengalami kelancaran di daerah Desa
Karuni, Kecamatan Loura ,Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT.
Bangunlah badannya…….
Bangunlah jiwanya………
Untuk Indonesia Raya……!!
(Radita, Pulau Sumba. Agustus /2013)
catatan : rekam jejak Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI di Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar