Senin, 22 Februari 2016
Minggu, 21 Februari 2016
Jumat, 19 Februari 2016
Kamis, 18 Februari 2016
Tanam Maju Pola SRI di Sumba,NTT.
Persemaian Padi Usia8 hari siap tanam |
Sumba Timur.Pola SRI atau System Rice of
Intensification merupakan cara tanam padi yang hemat bibit (hanya 8 kg
perhektar),hemat air (tidak digenangi terus menerus),tanpa biaya cabut,tanam
tunggal (hanya satu anakan padi),tanam muda(hanya 8 -10 hari setelah semai
(hss)) hanya menggunakan pupuk dan pestisida organik,dengan potensi hasil
mencapai 8-12 ton perhektar.
Baru baru
ini tanggal 10 –Pebruari 2016 di
kelompok kampung iklim (Proklim )Desa Rakawatu Kecamatan Lewa,Kabupaten Sumba
Timur. Para Petani belajar tanam padi Pola SRI dengan cara maju,bukan mundur
lagi seperti biasanya.Cara tersebut merupakan hal baru yang diperkenalkan oleh
Rahmat Adinata dari Gerakan Petani Nusantara,dalam program SPARC_UNDP yang
bekerja sama dengan KOPPESDA Sumba
Benuh Padi siap tanam pakai pelepah pisang (Tanpa Biaya cabut) |
.
Awalnya para
petani merasa riskan sebab tidak biasanya mereka tanam maju,namun setelah
melakukan praktek dalam sekolah lapang akhirnya mereka menjadi terbiasa.
“Karena ini
merupakan hal baru bagi kami petani di Desa Rakawatu jadi wajar saja jika tidak
lancar seperti yang biasa kami lakukan yaitu tanam mundur,namun dengan cara
tanam maju bagus juga sebab bisa lebih cepat.” Ujar mama Dorkas ,anggota Kemas
Proklim Desa Rakawatu.
Tanam Padi dengan cara maju,di Desa rakawatu, Kecamatan Lewa_Sumba Timur_NTT |
“Biasanya
kami tebar benih sekitar satu kwintal atau 100 kg perhektar,sedangkan dg pola
SRI hanya 8 kg saja,tambah lagi ada pengalaman baru yaitu tanam padi cara maju
ini pengalaman baru bagi kami di sini sebagai petani,semoga para petani makin
sejahtera dengan menambah wawasan baru ini.kami snagat bersyukur.” Umbu Tana Homba
menambahkan pendapatnya,sesama anggota Kemas Proklim Desa Rakawatu,Sumba Timur.
Ya tanam,
baik mundur maupun maju bukan lah hal yang penting,namun yang perlu ditekankan
bagamana memposisikan petani sebagai subyek bukan dijadikan obyek. Terkadang
petani selalu dijadikan kambing hitam saat pangan kurang akibat gagal
panen,hingga membuka peluang untuk menciptakan lahirnya mafia pangan di Negri
ini.
Semoga
dengan adanya sekolah lapang ditingkat petani sumberdaya manusia petaninya akan
semakin maju dalam mewujudkan kedaulatan pangan,agar keberadaan pangan tidak
selalu dikirim dari negara tetangga.
(Rahmat
Adinata/Waingapu_19/2/16)
Langganan:
Postingan (Atom)