Jangan katakan Tau Humba pemalas ,tetapi mereka lebih karena
belum tahu caranya. Mungkin kata-kata atau stigma –stigma negative yang selalu
melingkupi pikiran kita sebaiknya dibuang jauh-jauh.
Jangan katakan tanah
kelahiran kita gersang saat kemarau
panjang sebab belum disentuh dengan toknologi,padahal masih banyak potensi
seperti terabaikan.
Masih ingat sat mengajak sekelompok Ibu-ibu di Kalu bersama pak Heinrich Dengi ,tiga
bulan lalu. mengajak mengolah lahan yang kering padahal air mengalir deras di
sebelahnya yaitu Kali Payeti.
Tidak mudah memang ingin merubah paradigma masyarakat yang tadinya menjelang sore hanya
jadi kelompok pencari kutu (KPK)secara berantai. Butuh keuletan dan kebijakan
serta pendekatan dengan keihlasan.
Kini mereka berubah dari KPK (Kelompok Pencari Kutu)menjadi Kelompok Penanam Sayuran (KPS).
Ada sesuatu yang membanggakan apa yang
di ldengar dari pernyataan-pernyataan mereka sekarang. Dimana sekarang tidak
saja menjual untuk kebutuhan rumah tangga namun bisa mengkonsumsi sendiri.
Barangkali ini hanyalah langkah kecil dalam perubahan yang
terjadi di masyarakat Sumba Timur , namun jika langkah kecil ini ada “perhatian
jemput bola” dari pihak –pihak terkait otomatisasinya akan menjadi besar.
Tanah menurut pemahaman mereka kering,gersang kini sudah tabu untuk disebutkan lagi , sebab
telah berubah kondisinya.Ininlah barangkali yang dibutuhkan oleh masyarakat Sumba Timur,butuh sebuah pemahaman nyata bagi keberlangsungan hidup menuju petani sejahtera.
“Jangan berani memvonis jika belum mampu memberikan
solusi..itu tidak bijak..”
.
JOOOSSSS….! (Jangan Omong Saja…!)
Rahmat Adinata,Waingapu, 29/8/14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar