Sabtu, 03 November 2012

Pemanfaatan Kotoran Ternak Di Pulau Arwah



Pulau Sumba  karena terkenal  dengan  makam kuburnya yang terbuat dari batu-batu besar hasil pahatan tangan untuk menandai serta mengubur jenasah merupakan warisan budaya leluhur sejak jaman megalitikum hingga kini , sehingga disebut sebgai Pulau Arwah.
Sebagaian besar masyarakatnya  hampir 100 % memelihara ternak, seperti Babi, kuda, sapi, kerbau dan hewan lainnya. Ternak tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang-orang Sumba sebab selalu dibutuhkan saat menghadapi acara adat , untuk pembayar mahar atau Belis ketika melamar seorang gadis yang akan dijadikan sebagai istinya, ternak adalah keharusan  yang sudah turun temurun.
Selain itu Pulau Arwah ini juga sebagai Lumbungnya ternak, kebutuhan daging nasional sebagian  dipasok dari pulau ini. Masyarakat  Sumba selain memelihara ternak disekitar rumah ada juga ternak-ternak yang dilepas dipadang savanna yang luas.

Baru-baru ini pada tanggal 1 dan 2 november 2012. Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia, IPPHTI. Diundang oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat untuk mengadakan pelatihan Kompos.
Pelatihan diikuti oleh 15 peserta  sekabupaten sumba barat, mereka yang hadir sebagai Pimpre (pimpinan Resort,) setingkat polisi sektor dari tiap kecamatan di Kabupaten Sumba Barat.
Menurut Kepala Dinas Peternakan Sumba Barat, Ir.  Petrus Tagu Bore.”  Peserta yang dilatih merupakan ujung tombak  di lapangan yang berhadapan langsung dengan Masyarakat, Kami merasa beruntung bisa bekerja sama dengan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia, IPPHTI  dalam pelatihan ini.Semoga tahun depan mampu bekerjasama kembali ” Katanya berharap.
“Awalnya Kami hanya mendengar bahwa di Kabupaten Sumba Timur ada pemberdayaan masyarakat tentang Pertanian Organik,di Makamenggit, lalu mengutus salah seorang staf untuk menghubungi narasumbernya sehingga  ahirnya pelatihan bisa terlaksana.  Kotoran ternak di sini melimpah harus dimanfaatkan, ini modal besar bagi kabupaten Sumba Barat.” Tambahnya lagi.
Pelatihan berlangsung selama dua hari.Di Waikabubak, Sumba Barat, instruktur dari IPPHTI serta mengikutkan instruktur dari petani SLPO Makamenggit, Markus Dendungara, salah seorang petani Dampingan IPPHTI dari Desa  Makamenggit, kecamatan Nggaha Ori Angu, kabupaten Sumba Timur.
Materi pelarihan yang diberikan meliputi pembuatan MOL (mikro organism lokal) sebagai bahan pengurai kompos , lalu praktek pencampuran kotoran ternak dan hijauan sebagai bahan kompos, lokasi praktek di Waikabubak, Rumah Potong hewan, RPH . Dinas Peternakan Sumba Barat.


“ Kami kaget  tak mengira setelah melihat  demo perbandingan dalam uji kadar minral yang diperlihatkan oleh IPPHTI, antara pupuk organik dengan pupuk kimia pada hari pertama. Ini sebagai penambah wawasan untuk  keyakinan peserta saat mereka bertugas berhadapan dengan   petani dan peternak di pelosok – pelosok , kemudian bahan yang dibutuhkan tidak sulit , mudah didapat” Cerita Alvian kosi S.Pt.  sebagai ketua panitia penyelenggara pelatihan.
“Materi yang diberikan juga   mudah dicerna, karena lebih banyak ke prakteknya jadi kami sebagai peserta sangat mudah memahaminya,mengingat  bahan-bahan bisa dilihat dan dirasakan langsung. Ini ilmu yang dahsyat, bekal kami dilapangan.   sekembali dari sini akan praktek langsung dengan  masyarakat dan JOOOOSSS  (Jangan Omong Saja)….!  “ ujar  Hasti salah seorang peserta perempuan  dengan semangat, yang mewakili daerah lamboya, kabupaten Sumba Barat.
Sesungguhnya Peternakan dan Pertanian merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, satu sama lain saling mendukung, keterkaitan.Kompos sangat cocok untuk berbudidaya tanaman karena memiliki kapasitas mengikat air, selain mampu memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah, seperti di pulau Arwah ini derngan kondisi alam kemarau lebih panjang Sudah waktunya baik pemerintah pusat maupun daerah memposisikan petani /peternak sebagai subyek bukan sebagai obyek, supaya  ketika menghadapi setiap musim tanam petani tidak selalu ketergantungan. (Radita)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar