Pulau
Sumba karena terkenal dengan
makam kuburnya yang terbuat dari batu-batu besar hasil pahatan tangan untuk
menandai serta mengubur jenasah merupakan warisan budaya leluhur sejak jaman megalitikum hingga kini , sehingga
disebut sebgai Pulau Arwah.
Sebagaian
besar masyarakatnya hampir 100 % memelihara ternak, seperti Babi,
kuda, sapi, kerbau dan hewan lainnya. Ternak tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
orang-orang Sumba sebab selalu dibutuhkan saat menghadapi acara adat , untuk
pembayar mahar atau Belis ketika melamar seorang gadis yang akan dijadikan
sebagai istinya, ternak adalah keharusan yang sudah turun temurun.
Selain itu
Pulau Arwah ini juga sebagai Lumbungnya ternak, kebutuhan daging nasional
sebagian dipasok dari pulau ini. Masyarakat Sumba selain memelihara ternak disekitar rumah ada juga ternak-ternak yang
dilepas dipadang savanna yang luas.
Baru-baru
ini pada tanggal 1 dan 2 november 2012. Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu
Indonesia, IPPHTI. Diundang oleh
Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat untuk mengadakan pelatihan Kompos.
Pelatihan
diikuti oleh 15 peserta sekabupaten
sumba barat, mereka yang hadir sebagai Pimpre (pimpinan Resort,) setingkat
polisi sektor dari tiap kecamatan di Kabupaten Sumba Barat.
Menurut
Kepala Dinas Peternakan Sumba Barat,
Ir. Petrus Tagu Bore.” Peserta yang dilatih merupakan ujung tombak di lapangan yang berhadapan langsung dengan
Masyarakat, Kami merasa beruntung bisa bekerja sama dengan Ikatan Petani Pengendalian
Hama Terpadu Indonesia, IPPHTI dalam pelatihan ini.Semoga tahun depan mampu
bekerjasama kembali ” Katanya berharap.
“Awalnya
Kami hanya mendengar bahwa di Kabupaten Sumba Timur ada pemberdayaan masyarakat
tentang Pertanian Organik,di Makamenggit, lalu mengutus salah seorang staf
untuk menghubungi narasumbernya sehingga
ahirnya pelatihan bisa terlaksana.
Kotoran ternak di sini melimpah harus dimanfaatkan, ini modal besar bagi
kabupaten Sumba Barat.” Tambahnya lagi.
Pelatihan
berlangsung selama dua hari.Di Waikabubak, Sumba Barat, instruktur dari IPPHTI serta mengikutkan instruktur dari petani SLPO Makamenggit, Markus Dendungara, salah seorang petani Dampingan IPPHTI dari Desa Makamenggit, kecamatan
Nggaha Ori Angu, kabupaten Sumba Timur.
Materi
pelarihan yang diberikan meliputi pembuatan MOL (mikro organism lokal) sebagai bahan pengurai kompos , lalu
praktek pencampuran kotoran ternak dan hijauan sebagai bahan kompos, lokasi
praktek di Waikabubak, Rumah Potong hewan, RPH .
Dinas Peternakan Sumba Barat.
“ Kami
kaget tak mengira setelah melihat demo perbandingan dalam uji kadar minral yang
diperlihatkan oleh IPPHTI, antara
pupuk organik dengan pupuk kimia pada hari pertama. Ini sebagai penambah
wawasan untuk keyakinan peserta saat
mereka bertugas berhadapan dengan petani dan
peternak di pelosok – pelosok , kemudian bahan yang dibutuhkan tidak sulit ,
mudah didapat” Cerita Alvian kosi S.Pt.
sebagai ketua panitia penyelenggara pelatihan.
“Materi yang
diberikan juga mudah dicerna, karena
lebih banyak ke prakteknya jadi kami sebagai peserta sangat mudah
memahaminya,mengingat bahan-bahan bisa
dilihat dan dirasakan langsung. Ini ilmu yang dahsyat, bekal kami
dilapangan. sekembali dari sini akan
praktek langsung dengan masyarakat dan JOOOOSSS
(Jangan Omong Saja)….! “
ujar Hasti salah seorang peserta perempuan dengan semangat, yang mewakili daerah
lamboya, kabupaten Sumba Barat.
Sesungguhnya
Peternakan dan Pertanian merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa
dipisahkan, satu sama lain saling mendukung, keterkaitan.Kompos sangat cocok untuk berbudidaya tanaman karena memiliki kapasitas mengikat air, selain mampu memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah, seperti di pulau Arwah ini derngan kondisi alam kemarau lebih panjang Sudah waktunya baik
pemerintah pusat maupun daerah memposisikan petani /peternak sebagai subyek bukan sebagai obyek, supaya ketika menghadapi setiap musim tanam petani tidak
selalu ketergantungan. (Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar