Hujan tak kunjung datang, debu beterbangan ditiup angin, pepohonan meranggas, daun daun kering berserakan. Inilah gambaran kemarau panjang setiap tahun
yang dialami oleh masyarakat di kabupaten Sumba Timur, NTT.
“ kami sudah tanam sayuran dan
semangka,untuk sementara menyiram
mengandalkan air dari sumur sambil menunggu
turun hujan.” Ujar Benyamin Hamapaty, anggota kelompok Kawara Pandulang di
lahan kebunnya. Daerah Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera. Sumba Timur.
Penduduk Kalu tersebut sedang belajar
bertani sayur organik dibimbing oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu
Indonesia, IPPHTI.
“Kami baru pertama tanam sayur dan
semangka, biasanya tanah nganggur jika musim kemarau, sekarang mencoba
dimanfaatkan” Jelas Novianti Dembi Tamar, selaku ketua kelompoknya.
Kelompok Kawara Pandulang yang
dibentuk baru baru ini berjumlah 8 orang petani.” Dari pada bengong di rumah
lebih baik ke kebun setelah pekerjaan rumah selesai.” Ucap Marselina anggota
kelompok Kawara Pandulang.
“Kemarin ada yang mau masuk jadi
anggota 3 orang lagi tapi kami tahan dulu ,nanti pada tanam ke dua bisa masuk
jadi anggota.Mungkin mereka tertarik setelah melihat tanaman pertama sudah
hijau dan sebentar lagi akan panen.” Cerita Deborah teman Marselina, sambil
senyum.
Di lahan kebun Kelompok Kawara
Pandulang daerah Kalu terdapat berbagai jenis sayuran yang sudah menghijau,
seperti Timun, Pet cay, kol dan semangka.
“Beberapa hari lagi kami akan panen
timun, ini sudah keluar bunga.” Kata Martinus bangga sambil menunjuk ke arah
tanamannya.
Menghadapi musim kemarau in, segala
kemampuan petani dikerahkan dari mulai nyiram pagi dan sore, agar tanaman tetap
hidup.
“Kalau tanaman sudah kelihatan hijau
begini cape tidak terasa, pikiran bisa press.” Ucap Solvina.
"Kami tanam semangka ada sekitar empat ratusan pohon, lumayan bikin rekor di Waingapu." ucapnya lagi
Ada beberapa anggota kelompok sedang
mengangkut daun pisang kering ke lahan kebunnya, tujuannya untuk menutupi
kekeringan disekitar tanaman.
“Dengan cara seperti ini lumayan
tanaman semangka tertolong tingkat lembabnya agak lama,setelah disiram.” Jelas
Benyamin Hamapaty.
“Dengan bantuan ditutup daun pisang
kering nyiram tidak terlalu cape juga.” Ujar Dinayati lagi.
“Awalnya mau pake pelastik mulsa
namun selain mahal disini tidak ada,
lebih baik pakai daun pisang kering saja tidak perlu beli.” Novianti Dembi
Tamar menambahkan.
Tanaman semangka meski baru mereka
tanam seumur hidupnya, namun sudah
membuktikan dengan kemauannya yang keras. Bagai mana menyiasati agar tanaman
tetap terpelihara walau sedang musim kemarau. Itulah petani, jika dihadapkan pada kenyataan selalu saja
ada jalan keluarnya.
Alam terbuka bisa dijadikan sebagai
guru, untuk menunjang kesejahteraan dalam bertani berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Mungkin Daun pisang kering selama ini tidak pernah dimanfaatkan, namun sekarang
terasa sekali manfaatnya dan amat
berharga. Itulah Rahasia pada alam jika kita mau belajar.(Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar