Angin terus
bertiup dengan kencang di padang savana menuju daerah Wunga ,Kecamatan Hahar. Kabupaten
Sumba Timur.Jalanan yang dilalui kadang sedikit berkelok diapit oleh hamparan rumput kering.
Di Bukit Sinyal tempat yang biasa dipakai
untuk beristirahat dengan dua pohon yang saling berhadapan dibatasi oleh jalan
ke Hahar .Nampak lautan lepas bagaikan hamparan permadani tak berujung , seolah
diam membisu.
Panas terik
matahari yang membakar. Padang- padang rumput biasanya hijau menghampar, kini
kering kerontang. Bahkan menghitam akibat dibakar oleh tangan tangan gatal.
Dalam
situasi apapun air merupakan kebutuhan
yang paling utama demi berlangsungnya kehidupan.
Begitupun bagi masyarakat Wunga Timur ,Desa
Wunga Kecamatan Hahar.Rasa haus dan dahaga harus dibayar mahal dengan perjuangan keras mengambil air yang jauh , ditambah lokasi sumber air
berada dibawah tebing dengan kemiringan 90 derajat dan kedalaman sekitar
80 meter ke daerah Lindi. Namun Masyarakat Wunga Timur pantang untuk mengeluh,
hidup harus terus berlanjut.
Itulah
situasi gambaran alam salah satu dareah di Kabupaten Sumba Timur, dikenal susah
air sejak dahulu. Adapun air harus ditempuh dengan kerja keras.
“Kami sudah biasa mengambil air dengan jarak
sekitar tiga kilo meter berjalan kaki lewat padang savanna ke Lindi dengan
menuruni dan naik tebing” Jelas Matius
penduduk Wunga Timur.
Matius lebih
jauh bercerita.”Sekalian membersihkan badan, jika pagi-pagi sekali masyarakat
sudah mulai berjalan beriringan ke Lindi ngambil air untuk kebutuhan memasak
dan air minum, sebagai wadah angkut air
lebih banyak pakai jerigen ukuran lima
liter. Anak-anak dan orang tua sudah umum, kalau tidak ya bisa kehausan apalagi
musim kemarau begini.” Katanya
“Sewaktu kecil, sebelum pindah ke Waingapu pagi dan sore biasa mengambil air ke Lindi, karena sumber air itu
satu-satunya di Wunga, coba bayangkan
jaraknya kalau pulang pergi berapa kilo.” Ujar Mama Linda sambil mengenang masa lalunya.
Pada bulan
juni tahun 2012, dengan rasa kepedulian yang tinggi, berbekal keyakinan pada Yang Maha Agung.Heinrick Dominggus Dengi dan
kawan-kawan mulai melakukan penelusuran untuk pengerjaan penggalian sumur di
Wunga Timur. Walau dengan alat sangat sederhana.Seperti,Palu, Pahat, Tali ,
Ember dan yang lainnya.
Dalam
pencarian titki air itu. Diliputi rasa was-was khawatir tak berhasil, dengan kencangnya degup jantung yang mengalirkan darah keseluruh
tubuh, dan setiap tarikan napas adalah harapan dalam Do,a, “Tuhan Berkati Kami.”
Panasnya
sinar mentari tidak menciutkan nyali dalam penelusuran titik air. Tepat pukul
13.00 siang, titik air yang dicari sudah
dikenali. Inilah tanda-tanda alam bagi orang – orang yang mau berpikir dan
berusaha, Tuhan membimbingNya.
“Penggalian
hanya menggunakan sistim manual saja dengan tangan.” Kata Heinrick Dengi, selaku komandannya.” Hari ke 35 air baru keluar,
kami sangat mensyukurinya bersama masyarakat di Wunga timur.” Tambah Heinrick Gembira campur haru, dengan
mata berkaca-kaca.
Uming dan Arif sebagai tenaga penggali
menceritakan.”Awal proses penggalian sampai kedalaman 2 meter terdapat batu
besar, namun berhasil dilalui walau hanya dengan palu dan pahat. Jika penggalian
ini masih belum dapat air, kami akan gali terus hingga dapat , beruntung hari
ke 35 air sudah keluar dengan kedalaman 20 meter,begitu air keluar saking
gembiranya kami langsung minum duluan walau
bercampur lumpur.” Ujarnya
“ Hanya
dengan mata hati dan keihlasan jiwa, penggalian ini modalnya.” Tambah Arif sedikit berfilsapat.
Air
merupakan paling vital bagi kehidupan, beruntung masyarakat wunga timur
sekarang ada sumur yang dibuat oleh Heinrick
Dengi Dkk, tidak perlu lagi harus berjalan jauh menempuh tebing berbahaya
yang curam.
Dengan
adanya penggalian sumur sampai berhasil ada airnya , berita dari mulut ke mulut
mulai tersebar luas. Ada yang percaya , tapi ada juga yang menyangsikan.
Sampai ada yang sengaja berkunjung
sekedar membuktikan.
“Orang Tua
saya berasal dari sini, jadi sudah sewajarnya berbakti pada tanah leluhur.
Semoga dengan adanya sumur ini bermanfaat serta mengurangi beban masyarakat
Wunga Timur.” Jelas Heinrick
Matius
sebagai penduduk Wunga Timur yang merelakan lokasinya untuk penggalian sumur
tersebut, menjelaskan.” Tadinya masyarakat disini tidak yakin , kebetulan titik
air berada dalam kebun di depan rumah
saya ,sekarang sudah terbukti ini berkah bagi kami semua.”
“Letak sumur
berada ditengah kampung , jadi memudahkan masyarakat untuk memakainya. Sekarang
air sudah ada tinggal bagaimana merawatnya.” Ucap seorang bapak tetangga Matius.
“ini
keajaiban yang dikirim lewat pak
Heinrick, sedang kemarau begini gali sumur airnya keluar, padahal
sebelumnya pernah digali dengan alat canggih tidak jauh dari sini, namun
hasilnya nihil.” Tambahnya .
“Sejak
ratusan tahun lalu baru pertama kali ada sumur digali keluar airnya, ini
sejarah dan berita bagus bagi keluarga kami yang sudah berpecar meninggalkan
wunga timur, pasti mereka sangat bahagia mendengar kabar ini ,bahwa sekarang di
tanah kelahirannya ada sumur.” Ucap Mama
Linda lagi
“Jumlah
keajaiban dunia mungkin bertambah sekarang dengan adanya sumur di sini.”
Kelakar Iskandar saher yang mendukung
pembuatan sumur , rekan Heinrick Dengi
Masuk bulan
November hujan belum juga turun, sehingga tanah-tanah retak, debu beterbangan ,
ternak-ternak kurus kering, pepohonan meranggas. Seolah ada persaingan yang
seru antara manusia dan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup, akibat kemarau
yang belum berahir.
Tapi. bagi masyarakat Wunga Timur,Desa Wunga Kecamatan Hahar beban sedikit berkurang berkat
perjuangan dan kepedulian anak lokal yang memiliki akar kecintaan pada tanah
leluhurnya.
Hanya dengan
keihlasan dan kebersihan jiwa. Gunung-gunung, lautan, tanah, matahari semua mahluk merunduk patuh , pasti
mendukungnya.
Tetes-tetes
Doa acap kali digambarkan selalu
menyejukan kalbu. Rasa syukur , suka cita atas bimbinganNya seolah menggelora
memenuhi alam semesta berkat petunjukNya. Amin.
Selamat bagi
masyarakat Wunga…….
Selamat bagi
Heinrick Dengi ,Iskandar Saher dan
kawan-kawan…..
(Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar