Cuaca sangat
terik, mengingat kondisi alam sedang kemarau panjang. Ini tidak mengurangi
keceriaan para petani, Sekolah Lapang Pertanian Organik, SLPO Makamenggit, Desa
Makamenggit, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur ,NTT
Sejak
dilanda bencana rawan pangan pada 2011 lalu. Kemudian masuk, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu
Indonesia,IPPHTI. Dalam program Pemberdayaan Pertanian Organik untuk mengatasi
rawan pangan, bekerja sama dengan DKH
dan Sinode Gereja Kristen Sumba,GKS
Sumba Timur.
Semangat ,
keceriaan seolah menghiasi keseharian masyarakat petani di Desa Makamenggit
ahir-ahir ini. Segumpal harapan dan setumpuk rencana untuk melakukan perubahan demi
tidak terulangnya bencana yang menimpa tahun lalu. Telah memenuhi benak mereka,
para petani.
Panas tengah
hari semakin tak kompromi, sekelompok petani peserta program berkumpul di bawah
pohon besar samping sungai dekat lahan belajar untuk berteduh dan berdiskusi.
Sambil sesekali ada teriakan Kakalak
yang menandakan kesukacitaan mereka , sebab para anggota SLPO Makamenggit hari
ini rabu,17-Oktober-2012 ,Panen Perdana Tomat. ini panen untuk kesekian kalinya dari
varietas hortikultura yang berbeda, sebab sebelumnya petani sudah panen Timun
dan Bunga Kol serta Petcay atau sawi krop.
Biasa
namanya juga masyarakat Sumba kalau kumpul pasti harus ada pahapa, dan ini
merupakan budaya yang tak bisa dipisahkan dari hidup mereka. Pahapa harga mati, Katanya.Terkadang
jika kumpul sering ada lontaran-lontaran yang bikin geli perut, apalagi yang
datang terlambat sering diolok-olok karena tidak kebagian Pahapa.
“Hari ini kami panen tomat perdana, kami bangga karena sudah melewati
proses.” Cerita Daud Turaamah anggota SLPO Makamenggit “ ternyata dengan pola
budidaya seperti ini sangat membantu, seperti cara merawat, cara memanen dan
kami belum pernah melakukan sebelumnya sebab tidak ada yang membibing, ini akan
menjadi bekal kami nanti.” Tambahnya puas.
Pendapat
Amos Pariwana lain lagi.” Ini sejarah bagi Desa Makamenggit, mungkin Sumba
Timur tanam tomat dan sayuran lain sampai ratusan. Disini tanam baru 50 pohon
saja sudah hebat.” Ujarnya menambahkan.
“Rasanya
sangat berbeda sekali Sayuran organik
dengan sayuran pakai pupuk dan obat-obatan kimia, kalau yang kimia ada getar di
lidah, terus ada rasa pahit. Ini saya ada pesanan sms dari Mertua di Lewa
sabantar sore harus diantar ke sana.Gara-garanya dulu panen sawi dikirim
sedikit” Cerita Daud Duka selaku ketua kelompok. Sambil menunjukan pesanan singkat
dari mertuannya dengan bangga.
“Wah dapat
duit gede nih, jangan lupa pahapa…” celetuk Markus Dendungara menggoda
ketuanya. Sambil ditimpali oleh anggota yang lain dengan teriakan Kakalak
“kami merasa beruntung ada bimbingan petani dari IPPHTI.” Kata Rehabiam Kilimandu,
seraya memperagakan tarian kandingang.
Tentu saja teriakan-teriakan Kakalak
pun menggemuruh, memekakkan telinga.
sekelumit
obrolan di atas mungkin tak berarti apa-apa bagi yang tidak perduli dengan
nasib petani, namun yang perlu dicatat adalah perjuangan, semangat mereka
sebagai petani yang ingin melakukan
suatu perubahan dalam hidupnya. Karena hanya dengan jasa para petanilah kita
bisa makan, dari jerih payah keringat mereka.
“Bangunlah
Jiwanya…
Bangunlah
Badannya..
Untuk Indonesia
Raya….
Catatan :
Pahapa = sirih pinang yang
dimakan (kunyah), budaya orang sumba
-Kakalak = teriakan saat panen ( sekarang sudah punah?)
- Kandingang = sebutan untuk tarian khas Sumba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar