Tanggal 4 Bulan Pebruari- tahun 2012, tanam padi pola SRI ,
Sekolah Lapang Pertanian Organik ,SLPO Makamenggit,
yang dibimbing oleh Ikatan Petani Penegendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI telah berusia 7 hari setelah
tanam.
Tampak anggota peserta program berkumpul dekat pematang lahan
belajarnya, ada yang sekedar berdiri, sekedar ngobrol sambil berbagi sirih
pinang atau pahapa.
Hari ini mereka memulai melakukan pengamatan tanaman yang
dinamakan Analisa Agro Ekosistem kemudian setelah dari lapangan
melakukan Herbarium,masuk dalam satu ruangan.
Semua peserta tidak ada yang berani bicara, terlihat dari
wajah-wajahnya dengan muka masam, seolah tak ada yang bersahabat, berbeda
sekali ketika pertama kali bertemu saat memulai program. ramah. Sekarang? Seolah urat pipinya
mengencang.
Mungkin sebabnya karena menyaksikan padi yang mereka tanam 7 hari
yang lalu pertumbuhannya, tidak sesuai dengan harapan.
"tolong diamati kemudian dicatat apa yang ditemukan apakah
itu hama atau penyakit pada tanaman padi, nanti dipresentasikan di ruangan
kelas." intruksi Pendamping pada anggotanya.
"Apa yang mau diamati..? tanaman padi tumbuhnya merana
begini?" celetuk salah satu anggota kepada temannya.
"Ini lebih baik ditraktor ulang, masa belajar tanam padi menyedihkan sekali, bikin
malu saja." ujar teman yang satunya kecewa.
"Jangan-jangan kita ditipu dengan adanya program ini."
yang lain ikut bicara.
"bisa jadi begitu. kita hanya dijadikan kelinci percobaan
saja." yang lainnya ikut memanasi situasi.
"Sudahlah nanti kita bicarakan dalam ruangan setelah
ini." teman satunya dengan bicara agak tenang.
"bawa satu contoh tanaman ke dalam ruangan nanti."
perintah Pendamping setengah berteiak.
"Dicabut..?" tanyanya.
"Iya dicabut, tapi akarnya harus utuh tidak boleh
putus." jawab pendamping.
"dicabut semua pun tidak masalah, karena tumbuhnya
memalukan." teriak peserta yang rambutnya gondrong, sambil ngeloyor pergi
menghampiri teman-temannya.
Ada pergumulan yang hebat dalam batin mereka. Bagamana tidak
kecewa, biasa tanam padi 6 atau 7 pohon satu tancapan dalam waktu seminggu langsung kelihatan hijau. Sedangkan
ini? Padi yang baru ditanam tumbuhnya merana seperti mau mati.
Semua peserta masuk berkumpul
dalam ruangan sebuah gereja tua, sebuah bangunan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi sebagai
tempat ibadah, hanya sesekali dipakai untuk pertemuan masyarakat.
Secara bergiliran peserta menyampaikan hasil temuannya dilapangan.
“ Dengan kejadian seperti ini mohon sama pendamping untuk ditinjau
ulang, betulkah kami ini masuk program yang akan membawa perubahan pada
masyarakat kami? Tanyanya dengan sinis
“ begini bapak pendamping, besok lebih baik ditraktor ulang
diganti dengan pola tanam yang nenek moyang kami wariskan. Alasannya ini jauh
dari harapan kami, bagaimana mau mengatasi bencana kelaparan jika tanam padi
seperti ini? Tambahnya panjang lebar seraya menunjuk pada contoh padi di papan
herbarium. Dengan muka marah.
Pendamping tidak langsung menanggapinya malah berujar.” Begini,
lebih baik diselesaikan dulu data yang ditemukan dari lapangan di papan
herbariumnya.”
Peserta dengan jumlah 30 orang petani di SLPO Makamenggit tidak
ada yang berani angkat bicara lagi. Mereka menulis apa yang diintruksikan oleh
pendampingnya.
Sebagian ada yang cemberut, muka masam, tapi ada juga yang
biasa-biasa saja.Selesai menulis di papan herbarium perwakilan kelompok kelompok peserta program
untuk tampil ke depan mempresentasikann yang ditemukan di lahan belajar.
Namun setiap peserta tetap saja muaranya bertanya, kenapa dengan
pola yang baru mereka pelajari tanaman padinya kurang sesuai dengan yang di
harapkan?
"Handuka eti." katanya dengan bahasa sumba.
“ Jangan-jangan kita ini ditipu dengan topeng program, kalau benar
siapa mau bertanggung jawab? Kita ini sudah kena becana kelaparan, datang orang
baru dengan janji manis .” Bisik seorang
anggota yang duduk paling belakang pada temannya.
“kita potong saja rame-rame, beres.” Selanya asal bicara.
Kemarahan , jengkel, kecewa hari ini merasuki jiwa peserta,
Hari sudah sore. Langit digelayuti awan hitam,mendung. Mungkin sebentar
lagi turun hujan.Para petani pulang ke rumahnya masing-masing dengan
membawa sejuta kemarahan, kekecewaan, diselimuti kabut ketidakpahaman.
Lahan belajar merupakan guru, lahan belajar merupakan perpustakaan
alam bagi petani dan sekaligus sebagai laboratorium alamnya para petani.
“Dasar orang baru penipu…!!” mungkin teriaknya begitu, sesampainya di rumah .
(Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar