Bencana kelaparan
yang menimpa 121 desa dari total 156 Desa dan kelurahan di Kabupaten Sumba
Timur,NTT. Merupakan langganan setiap tahunnya. Ini terjadi pada tahun
2011.berita rawan pangan seolah menghiasi berbagai media
Kejadian lebih disebabkan oleh kemarau panjang beserta
sumberdaya petaninya, dampaknya mengakibatkan gagal panen, ahirnya ketersediaan
pangan terganggu. Pemerintah setempatpun tak tinggal diam berusaha sekuat
tenaga, agar masyarakat mampu bertahan.
Namun tidak sedikit
masyarakat mencoba masuk hutan mencari
iwi atau ubi gadung yang beracun, sekedar untuk pengganti penganan kebutuhan
perut , supaya bisa bertahan hidup.Seperti kita ketahui ada bantuan pun
terkadang praktek di lapangan selalu tidak merata bahkan tidak tepat sasaran.
Inikah yang disebut
sebagai nagara “Agraris”? negri yang subur makmur, dari mulai tanah , gunung
dan lautan kekayaannya melimpah. Tapi masyarakatnya kekurangan pangan? Bahkan
beras pun selalu diimpor dari luar.” Petani gagal panen, akibat kebanjiran atau
kekeringan,beras harus didatangkan dari luar.” Selalu begitu alasannya . Dan
petani serta cuaca pun kerap kali dijadikan kambing hitam. Tidak mau belajar
dari pengalaman pahit yang telah dialami.
Padahal anggaran
untuk sektor pertanian tidak sedikit, namun karena pelaksanaannya tidak tepat sasaran di lapangan ya dampaknya
jadi bangsa yang tidak mandiri. Selalu ketergantungan pada dunia luar.
Dalam hal ini seolah
petani selalu dijadikan obyek bukan sebagai subyek. Petani bukanlah yang harus
disuluh-suluh atau dibina-bina agar produksinya
tinggi. Tapi sumber daya manusianya tidak diperhatikan.
Terkadang jika
produksi petani melipah di pasaran . yang memiliki kebijakan lepas tangan tidak bertanggung jawab, tidak
ada jaminan sedikitpun. Masyarakat petanilah yang merugi.
Ini berbeda
sekali ketika menawarkan bibit unggul
dan pupuk serta obat-obatan melalui
petugas lapangan dengan rayuan gombalnya agar petani memakainya, lewat
subsidi yang selangit, hadiah hadiah yang membuat petani terlena. Padahal ujung-ujungnya
petani juga yang sengsara. Tidak heran kemiskinan selalu bertambah, bangga
dengan beredarnya beras RASKIN.
Inikah yang di sebut
Negara “Agraris…?”
Semoga Kabupaten
Sumba Timur bukan Miniaturnya Indonesia, yang jelas masyarakat petani di Sumba timur
sangat butuh pemberdayaan yang maksimal, butuh pemberdayaan yang memposisikan
dirinya menjadi subyek. Sehingga lahan kebun , sawah bisa dijadikan sebagai
laboratorium alamnya masing-masing.bagaimana menjadi seorang petani, peneliti
dan pemimpin di lahannya sendiri.
Semoga bencana rawan pangan tidak terulang kembali ke depan.
ya... semoga....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar