Alam adalah anugrah, dengan segala
isinya untuk kepentingan hidup seluruh mahluk di muka bumi ini. Namun terkadang
kita tidak menyadarinya. Matahari dengan setia dan tepat waktu hadir menyinari
dari pagi hingga menjelang malam, tak penah ingkar janji atau datang terlambat,
apalagi mengeluh.
Tanah sebagai rahim bumi bagi
tumbuhnya tanaman, sekaligus tempat berpijak berbagai ciptaaNya.Dan kita sebagai mahluk yang paling
sempurna acap kali merusak tanpa memikirkan untuk generasi selanjutnya.Harus
malu pada Matahari, Gunung, Lautan, pepohonan tanpa ada rasa keluh sedikitpun.Inilah
tanda –tanda alam bagi manusia yang mau berpikir.
Seperti kita ketahui memasuki bulan
ke sebelas tahun 2012 di Pulau Sumba ini kemarau seolah tak berujung, hujan
seringkali digambarkan sebagai tetesan” Doa” untk menyiram lapisan bumi, semakin menjauh diterjang angin ke tengah
samudra lautan lepas.
Tanah-tanah retak, pepohonan
meranggas, daun daun kering berjatuhan ditiup angin kencang. Bumi kerontang,
itukah gambaran hati atau batin kita yang tak pernah bersyukur atas nikmatnya…?
Kondisi alam demikian ternyata tak
mengurangi perempuan-perempuan “perkasa”
Pulau Sumba atau dikenal dengan Pulau Arwah. sekelompok ibu-ibu di Kalu,
Kelurahan Prailiu,Kecamatan Kambera,Kabupaten Sumba Timur. Sedang berjibaku
berjuang tak menyerah pada alam. Mereka sedang menggarap lahan yang kering,
keras dan berdebu hendak bertani sayuran, untuk memenuhi kebutuhan serta
menyambung hidup.tak perduli dengan panas, tak dihiraukan kulit legam.Melakukan
satu perubahan pada dirinya dan tanah kelahirannya.
“Satu kali dalam setahun jika ada
hujan itupun hanya ditanami jagung” kata Novianti dari Kelompok Tani Kawara
Pandulang, daerah Kalu.
“Hasilnya juga Tidak seberapa,
padahal lahan lumayan luas. Mau coba tanam sayuran semoga hujan cepat turun.”
Tambahnya berharap.
“selama ini menyiram tanaman
mengandalkan air dari sumur anggota kelompok, baru ditanami
mentimun, kami pertama kali mencoba tanam sayuran, mungkin sejarah..”
timpal Marselina anggota Kawara Pandulang.
“ Besok Kami mencari kayu untuk
lanjaran timun, sebelumnya tidak tahu
pola budidayanya seperti ini, kami tahu caranya dengar dari Radio Max fm
Waingapu, acara “Ayo Bertani Organik” kami harus memulainya” . Deborah
menambahkan dengan semangat.
Novianti sebagai ketua kelompok
Kawara Pandulang menceritakan. Jika sore hari ibu-ibu sering berkumpul depan
halaman rumahnya. Sekedar ngobrol sambil mendengarkan Radio Max Fm Waingapu.
Kemudian timbul inspirasi untuk menggarap lahan dekat rumahnya, karena selama ini
tidak pernah digunakan selama kemarau panjang. Mereka berdiskusi sesama ibu-ibu
, kesepakatan pun lahir dengan tujuan menggarap lahan tersebut, serta membentuk
kelompok dengan nama “Kawara Pandulang” yang beranggotakan 8 orang.
Setelah itu ibu-ibu mengutus
perwakilan sekedar memohon bantuan bimbingan ke acara “Ayo bertani Organik”
dari Radio Max Fm, yang di dukung oleh Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu
Indonesia,IPPHTI.
“saya tak mengira akan kedatangan
ibu-ibu ke sini (studio Radio). Ternyata ada manfaatnya bagi mereka awalnya sekedar mendengar acara dari Radio Max.untuk melakukan satu perubahan
untuk keluarganya, ini satu terobosan
bagi daerah ini (Sumba Timur) “ kata Heinrich Dengi sebagai pemilik Radio Max,
gembira.
“saya mengucapkan terimakasih kepada
IPPHTI , sudah mau berbagi dengan saudara-saudara Kami lewat Radio di Kabupaten
Sumba Timur.semoga ini terus berlanjut” Kata Heinrich lagi.
"kami mencangkul lahan saat menjelng malam, sebab siang hari sangat panas." ujar Novianti yang diamini oleh kawan-kawannya.
"kami mencangkul lahan saat menjelng malam, sebab siang hari sangat panas." ujar Novianti yang diamini oleh kawan-kawannya.
Semoga perjuangan perempuan perempuan
Perkasa Kawara Pandulang , Kalu. Kelurahan Prailiu ada dampak positif bagi
masyarakat lain di Sumba Timur ini, sebagai suatu perubahan.
Angin bertiup dengan kencang seolah
memompa semangat ibu-ibu di atas. Menerbangkan debu, menggoyang pepohonan.
Panas terik matahari semakin tak mau kompromi. Menyinari, menembus kekalutan
yang diselimuti kabut. Kabut teramat tebal dalam kalbunya. Rambu selamat berjuang... ! (Radita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar