Kamis, 14 April 2016

Curhat Di Bukit Mauliru



(Fhoto By: Wenda Radjah)

Menyusuri bukit Persaudaran di Mauliru sungguh menguras tenaga,entah berapa kemiringan yang kutempuh.nampak dari atas perkampungan seperti Kawangu ,kambaniru,Kota Waingapu  dan Bandara Umbu Mehang kunda terlihat jelas dari atas bukit.Begitupun lautan yang berada di sebelah bandara UMK nampak biru.

(Fhoto By : Wenda Radjah)
Sesekali terdengar suara ringkik kuda yang bergerombol,sebab tegalan bukit persaudaraan sering dijadikan untuk melepas ternak peliharaan warga sekitar.padang yang hijau dengan hiasan pohon Kahi yang berdiri tegar.hembusan angin kencang dari bawah bukit mengantarkan kesejukan.

Hamparan sawah bervariasi.seperti carut marutnya warna kehidupan.ada yang sudah menguning padinya siap panen,ada yang baru hijau dan ada pula yang baru dibajak sawahnya.
“Di sini tidak ada istilah musim tanam atau musim panen. Setiap tanam tidak merata sesuai dengan keinginan petaninya.” Jelas seorang bapak yang sedang mengikat ternak kuda peliharaannya.

“Kami sedang mengalami gagal panen sebab kebanyakan padi terserang penyakit kuning daun ,serta pertumbuhannya tidak merata.Andaikan panenpun selalu kurang memuaskan dari tahun ke tahun padahal sudah berusaha keras semampu yang Kami bisa.” Jelasnya lagi
Padi yang terserang penyakit tungro

Lalu kami duduk sekedar bercerita sore itu sambil menikmati pemandangan  hamparan sawah sawah petani dari atas bukit.Menurut si bapak, petani di sini merupakan petani coba-coba. Jika ada serangan hama dan penyakit,ya sebisanya ditangani. Sebab bimbingan secara langsung sangat sulit ditemukan.Petani seolah berjuang sendirian. “mungkin para petugas sibuk hingga lupa pada tugas yang sebenarnya.’ Kata si bapak lagi setengah menyindir.
Jika mereka mendapat masalah kepada siapa harus mengadu? Beginikah kondisi para petani kita? Ironis memang ,di sisi lain laporan hasil produksi selalu bagus ,namun sisi lain  kenyataan di lapangan tidak sesuai fakta. Inikah yang dinamakan negara “Agraris?” dengan target menuju ketahanan pangan?

Suara ringkik kuda kembali terdengar,seolah membangunkan kegalauan.tidak terasa matahari mulai merah ,sebentar lagi akan menghilang.dan gelap. Si bapak teman ngobrol tadi mulai melepaskan ikatan ternaknya,menuntunnya menyusuri jalan terjal menuju rumahnya.

Hamparan sawah-sawah petani,perkampungan dengan banyaknya pohon lontar dan kelapa sore tadi nampak hijau,kini mulai berubah warna,hitam oleh gelapnya malam.
Selamatmalam bapak,selamat beristirahat.semoga rasa galaumu ada jalan keluarnya besok atau lusa nanti.biarlah hembusan angin menitifkan pada yang memiliki kebijakan.biarlah peluh keringatmu kali ini berakhir kecewa,tetaplah bertahan.Sebab tanpa perjuanganmu bangsa ini mau makan apa?

Sekembalinya di rumah,karena rasa cape ,lelah dan galau.tubuh mulai direbahkan,namun masih saja ucapan si bapak  sore tadi masih terngiang hingga mata sulit terpejam .”Petani di sini petani coba coba dan butuh bimbingan.” Hmmmmm...........


Rahmat Adinata
Waingapu,11/4/16

Ketua nasional : Gerakan Petani Nusantara (GPN)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar