Minggu, 15 Oktober 2017

Jejak : IPPHTI ,Pola SRI dan Rawan Pangan Di Sumba Timur (Bag.2)


Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia
.”Bagaimana mungkin ini bisa berhasil lihat saja padinya  “handuka eti” begitu.jangan –jangan kita ini ditipu,sudah tertimpa  bencana kelaparan kena tipu lagi.” Kata seorang anggota SLPO,setengah bersungut-sungut.Ketika melihat usia padi baru berumur  7 hari  setelah tanam.

. Tahun 2011 kabupaten Sumba Timur  dilanda rawan pangan akibat kemarau panjang,disebab kan oleh perubahan iklim badai El-Nino hingga para petani gagal panen,hal ini tentu saja  menjadi berita nasional.Sekitar 151 desa di kabupaten Sumba Timur kekurangan pangan akibat perubahan iklim tersebut (pos kupang,29/10/ 2011) Bantuan panganpun berdatangan waktu itu  mulai  dari pemerintah,swasta hingga lembaga-lembaga (NGO) dari luar negeri.

Tanam Padi Pola SRI
Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI hadir di tengah-tengah petani Desa Makamenggit,kecamatan NGGOA Sumba Timur tahun 2012, bekerja sama dengan DKH Jerman dan Greja Kristen Sumba.

Tanggal 12 Januari 2012,masyarakat desa Makamenggit berkumpul di sebuah bangunan Gereja tua,kebetulan hari itu ada pembagian sembako dari NGO luar Negeri.”Kepada bapak –bapak dan ibu sekalian hari ini kita kedatangan tamu yang akan menjadi saudara kita,mereka dari IPPHTI dan DKH Jerman.Saudara kita ini tidak membawa bantuan seperti halnya lembaga lain berupa bahan pangan,namun lebih dari itu,IPPHTI akan menugaskan satu orang di sini yang akan membimbing bapak dan ibu dalam hal pertanian organik selama satu tahun.” Ujar Ketua umum Gereja Kristen Sumba,Pendeta Naftali Joru.Saat memberikan sambutan pada pertemuan pertama dengan masyarakat Makamenggit.

Persemaian Padi pola SRI
“saya pikir ini akan lebih bagus sebab yang namanya ilmu akan bermanfaat bagi masyarakat desa Makamenggit secara khusus dan umumnya kabupaten Sumba Timur jadi mohon dalam mengikuti Sekolah Lapang  dengan sungguh-sungguh.” Tambah ketua umum
Menurutnya lagi.”Bisa jadi ini  sebagai SLPO pertama di Pulau Sumba bahkan mungkin di propinsi Nusa Tenggara Timur,semoga dengan adanya SLPO ini akan mampu merubah pola pikir petani,minimal untuk wilayah Sumba Timur ke depan.” Tuturnya.

Program Sekolah Lapang Pertanian Organik di bagi dalam dua tahap atau semester.Untuk semester pertama tentang cara tanam padi pola SRI (6 Bulan),kemudian semester ke dua belajar budidaya hortikultura.(6 Bulan).Selain itu anggota SLPO Makamenggit dalam semester pertama belajar cara membuat pakan ternak organik ,setiap anggota diberi satu ekor anak Babi.Sesuai dengan jumlah anggota SLPO,yaitu 30 orang.

Anggota SLPO Makamenggit
Melakukan pengamatan lapangan
Materi Sekolah Lapang yang diberikan pada semester awal ,meliputi; Seleksi benih padi sehat pola SRI,cara semai padi ,cara tanam padi pola Sri,analisa agro ekosistem,herbarium,pembuatan pupuk padat dan cair organik,pembuatan pestisida organik.

Awal mula tanam padi, para anggota petani SLPO makamenggit 100 persen tidak percaya dengan penerapan pola SRI tersebut.Bagaimanapun, biasanya mereka lakukan selama ini tanam 5 sampai 7 anakan padi dalam satu tancapan,sedangkan sekarang harus satu anakan saja.Kemudian biasanya mereka menyemai padi biasa satu bulan ,dengan  pola SRI hanya 10 hari.

Herbarium Anggota SLPO Makamenggit
Bukan perkara mudah sebetulnya merubah pola pikir petani dalam waktu singkat,namun melalui Sekolah Lapang adalah  solusi yang paling efisien.Sebab yang dihadapi oleh petani adalah praktek langsung di lapangan.Melalui demo plot yang mereka lakukan,setiap minggu para anggota SLPO Makamenggit harus melakukan Analisa Agro ekosistem ,dimana petani belajar memahami serta memperdalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman.Dari mulai panjang akar,tinggi tanaman,jumlah anakan,rata-rata anakan padi,kondisi tanah,kondisi air,kondisi cuaca,kondisi gulma,serangan hama,serangan penyakit dan predator sebagai musuh alami.Kemudian setelah melakukan Analisa agro ekosstem, anggota SLPO makamenggit berkumpul  ke sebuah ruangan yang belokasi di sebuah Gereja Tua untuk mendiskusikan hasil pengamatan lapangannya.

Hasil Analisa Agoekosistem SLPO Makamenggit
Dari hasil pengamatan Analisa agro ekosistem lapangan,masing masing kelompok ,mengadakan herbarium padi ,anakan padi setiap minggunya ditempelkan pada kertas maniala karton di dinding, lalu diberi  catatan hasil dari pengamatan tersebut.Intinya petani tahu betul perkembangan padi yang dijadikan sebagai demo plotnya.Herbarium ini sangat bermanfaat bagi petani,walaupun padinya sudah dipanen namun hasil pengamatannya masih tetap ada, dan bisa dijadikan acuan untuk masa tanam selanjutnya.

Memasuki minggu ke 7, anakannya  sudah mencapai 37 anakan padi,padahal tanamnya hanya satu.”Sewaktu awal tanam kami semua berprasangka buruk,namun dengan melihat hasilnya sekarang kami merasa puas.Apalagi kita masih menunggu perkembangan padi hinga 14 minggu,artinya masih 7 minggu lagi semoga dengan adanya pola tersebut ada angin segar bagi kami.” Ujar Marthin Jami,Peserta paling tua di SLPO Makamenggit

Kegiatan SLPO Makamenggit (Foto:Putri Ara)
Untuk semester awal, petani  belajar tanam padi pola SRI,mebuat pakan ternak organik, membuat pupuk organik padat dan cair serta belajar membuat pestisida organik.” Setelah mengikuti SLPO Kami baru sadar ternyata bahan –bahan yang dibutuhkan sudah tersedia di alam sekitar,jadi tidak perlu beli apalagi harus didatangkan dari luar.”Tambah Markus Dendungara,kawan Marthin sesama anggota SLPO Makamenggit.

Yang paling menarik dari  Sekolah Lapang adalah di saat semua anggota berdiskusi dan mempresentasikan hasil pengamatannya masing-masing dari lapangan.Mereka harus mempertahankan serta mempertanggung jawabkan hasil pengamatannya,dengan dibimbing oleh pemandu dari IPPHTI.

Rahmat Adinata(tengah),Pemandu petani dari IPPHTI
 memberikan arahan tentang Analisa agroekosistem
Dari hasil pengamatan kemudian dipresentasikan lalu didiskusikan,maka akan muncul sebuah kesimpulan bersama dalam menghadapi rencana tindakan selanjutnya .Sebab hanya dari prakteklah petani akan mampu mengambil sebuah kesimpulan.
Melalui SLPO Makamenggit,Tanam padi dengan kebutuhan benih hanya 8 kg per hektar :tanam satu,dengan bibit muda,tidak ada biaya cabut benih dan bisa irit biaya.Sebetulnya dengan pola SRI akan menjawab kerawanan pangan di  Sumba Timur yang selalu menjadi langganan tiap tahun akibat kemarau panjang,itupun seandainya semua pihak mampu menanggapinya.Bayangkan biasanya tebar benih 70 hinggga 100 kg perhektar,bila dikonversikan ke harga benih Rp 15.000/kg.Artinya petani harus mengeluarkan biaya untuk belanja benih saja sekitar Rp.1.050.000 – Rp 1.500.000,-/hektar.Sedangkan dengan pola SRI Rp.15.000 X 8 kg =Rp.120.000/hektar.Sungguh sangat jauh berbeda.

Panen padi pola SRI
SLPO Makamenggit Sumba Timur
Dari hasil demo plot SLPO Makamenggit waktu itu,rata-rata anakan padi pada mingguu ke 13 mencapai 72 anakan padi,dengan hasil panen mencapai 6,8 ton gabah basah/hektar,ini untuk tanam tahap awal.sedangkan dengan sistem konvensional di sumba Timur hanya menghasilkan 2,8 ton , tertinggi 3,5 ton dari setiap hektarnya.

Anggota SLPO Makamenggit
Fhoto bersama dengan isteri Bupati dan wakil Bupati
Kabpaten Sumba Timur
(Agustus 2012)
Sejak diterapkannya tanam padi pola SRI lewat SLPO Makamenggit tahun 2012,hingga saat ini di beberapa  wilayah Sumba sudah mulai ada yang menerepkan,sekalipun masih tahap perorangan,seperti daerah Kandara Waingapu ,Kecamatan Praipaha,kemudian daerah Makatul Sumba Tengah,Karuni dan Wejewa Timur kabupaten Sumba Barat Daya.

Sedangkan lembaga lokal yang pernah membimbing warga binaannya dengan pola SRI adalah KOPPESDA Sumba Timur,melalui progran UNDP. Pada tahun 2015/2016 meliputi desa Rakawatu,kecamatan Lewa,Desa Palanggay,Desa Tamma kecamatan Pahungalodu,Desa Praimadita Kecamatan Karera,Desa Katikuwai kecamatan Matawai Lapawu di Sumba Timur.

Ini hanyalah sekilas seputar pertanian organik dengan tanam padi pola SRI  di Pulau Sumba,utamanya di Kabupaten Sumba Timur.Andaikan semua pihak menanggapi dengan pola ini ,barang kali ketahanan  pangan daerah secara bertahap akan terwujud,utamanya di kabupaten Sumba Timur.Sehingga rawan pangan akibat kemarau bisa teratasi,dampaknya tidak menjadi langganan berita nasional tiap tahun,saat rawan pangan melanda....!!!(Rahmat Adinata,Bandung 15 Oktober 2017)
Bersambung......
Catatan:
 Handuka Eti (Bahasa Sumba): Sedih hati,merana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar