Minggu, 14 Oktober 2012

' LAPAR TERAHIR '




Bencana kelaparan yang menimpa 121 desa dari total 156 Desa dan kelurahan di Kabupaten Sumba Timur,NTT. Merupakan langganan setiap tahunnya. Ini terjadi pada tahun 2011.berita rawan pangan seolah menghiasi berbagai media
Kejadian  lebih disebabkan oleh kemarau panjang beserta sumberdaya petaninya, dampaknya mengakibatkan gagal panen, ahirnya ketersediaan pangan terganggu. Pemerintah setempatpun tak tinggal diam berusaha sekuat tenaga, agar masyarakat mampu bertahan.
Namun tidak sedikit masyarakat  mencoba masuk hutan mencari iwi atau ubi gadung yang beracun, sekedar untuk pengganti penganan kebutuhan perut , supaya bisa bertahan hidup.Seperti kita ketahui ada bantuan pun terkadang praktek di lapangan selalu tidak merata bahkan tidak tepat sasaran.
Inikah yang disebut sebagai nagara “Agraris”? negri yang subur makmur, dari mulai tanah , gunung dan lautan kekayaannya melimpah. Tapi masyarakatnya kekurangan pangan? Bahkan beras pun selalu diimpor dari luar.” Petani gagal panen, akibat kebanjiran atau kekeringan,beras harus didatangkan dari luar.” Selalu begitu alasannya . Dan petani serta cuaca pun kerap kali dijadikan kambing hitam. Tidak mau belajar dari pengalaman pahit yang telah dialami.
Padahal anggaran untuk sektor pertanian tidak sedikit, namun karena pelaksanaannya  tidak tepat sasaran di lapangan ya dampaknya jadi bangsa yang tidak mandiri. Selalu ketergantungan pada dunia luar.
Dalam hal ini seolah petani selalu dijadikan obyek bukan sebagai subyek. Petani bukanlah yang harus disuluh-suluh atau dibina-bina agar produksinya  tinggi. Tapi sumber daya manusianya tidak diperhatikan.
Terkadang jika produksi petani melipah di pasaran . yang memiliki kebijakan  lepas tangan tidak bertanggung jawab, tidak ada jaminan sedikitpun. Masyarakat petanilah yang merugi.
Ini berbeda sekali  ketika menawarkan bibit unggul dan pupuk serta obat-obatan melalui  petugas lapangan dengan rayuan gombalnya agar petani memakainya, lewat subsidi yang selangit, hadiah hadiah yang membuat petani terlena. Padahal ujung-ujungnya petani juga yang sengsara. Tidak heran kemiskinan selalu bertambah, bangga dengan beredarnya beras RASKIN.
Inikah yang di sebut Negara “Agraris…?”
Semoga Kabupaten Sumba Timur bukan Miniaturnya Indonesia, yang jelas masyarakat petani di Sumba timur sangat butuh pemberdayaan yang maksimal, butuh pemberdayaan yang memposisikan dirinya menjadi subyek. Sehingga lahan kebun , sawah bisa dijadikan sebagai laboratorium alamnya masing-masing.bagaimana menjadi seorang petani, peneliti dan pemimpin di lahannya sendiri.
Semoga bencana rawan pangan tidak terulang kembali ke depan.
ya... semoga....




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar