Senin, 22 Oktober 2012

Analisa Agroekosistem (Rekam Jejak IPPHTI Di Sumba Timur)



Tanggal 4 Bulan Pebruari- tahun 2012,  tanam padi pola SRI , Sekolah Lapang Pertanian Organik ,SLPO Makamenggit, yang dibimbing oleh Ikatan Petani Penegendalian Hama Terpadu Indonesia,IPPHTI  telah berusia 7 hari setelah tanam.
Tampak anggota peserta program berkumpul dekat pematang lahan belajarnya, ada yang sekedar berdiri, sekedar ngobrol sambil berbagi sirih pinang atau pahapa. 
Hari ini mereka memulai melakukan pengamatan tanaman yang dinamakan Analisa Agro Ekosistem kemudian setelah dari lapangan melakukan  Herbarium,masuk dalam satu ruangan.
Semua peserta tidak ada yang berani bicara, terlihat dari wajah-wajahnya dengan muka masam, seolah tak ada yang bersahabat, berbeda sekali ketika pertama kali bertemu saat memulai program.  ramah. Sekarang? Seolah urat pipinya mengencang.
Mungkin sebabnya karena menyaksikan padi yang mereka tanam 7 hari yang lalu pertumbuhannya, tidak sesuai dengan harapan.
"tolong diamati kemudian dicatat apa yang ditemukan apakah itu hama atau penyakit pada tanaman padi, nanti dipresentasikan di ruangan kelas." intruksi Pendamping pada anggotanya.
"Apa yang mau diamati..? tanaman padi tumbuhnya merana begini?" celetuk salah satu  anggota kepada temannya.
"Ini lebih baik ditraktor ulang, masa  belajar tanam padi menyedihkan sekali, bikin malu saja." ujar teman yang satunya kecewa.
"Jangan-jangan kita ditipu dengan adanya program ini." yang lain ikut bicara.
"bisa jadi begitu. kita hanya dijadikan kelinci percobaan saja." yang lainnya ikut memanasi situasi.
"Sudahlah nanti kita bicarakan dalam ruangan setelah ini."  teman satunya dengan bicara agak tenang.

"bawa satu contoh tanaman ke dalam ruangan nanti." perintah Pendamping setengah berteiak.
"Dicabut..?" tanyanya.
"Iya dicabut, tapi akarnya harus utuh tidak boleh putus." jawab pendamping.
"dicabut semua pun tidak masalah, karena tumbuhnya memalukan." teriak peserta yang rambutnya gondrong, sambil ngeloyor pergi menghampiri teman-temannya.
Ada pergumulan yang hebat dalam batin mereka. Bagamana tidak kecewa, biasa tanam padi 6 atau 7 pohon satu tancapan dalam waktu  seminggu langsung kelihatan hijau. Sedangkan ini? Padi yang baru ditanam tumbuhnya merana seperti mau mati.
Semua peserta masuk  berkumpul  dalam ruangan sebuah gereja tua, sebuah bangunan  yang sudah tidak dimanfaatkan lagi sebagai tempat ibadah, hanya sesekali dipakai untuk pertemuan masyarakat.
Secara bergiliran peserta menyampaikan hasil temuannya dilapangan.
“ Dengan kejadian seperti ini mohon sama pendamping untuk ditinjau ulang, betulkah kami ini masuk program yang akan membawa perubahan pada masyarakat kami? Tanyanya dengan sinis
“ begini bapak pendamping, besok lebih baik ditraktor ulang diganti dengan pola tanam yang nenek moyang kami wariskan. Alasannya ini jauh dari harapan kami, bagaimana mau mengatasi bencana kelaparan jika tanam padi seperti ini? Tambahnya panjang lebar seraya menunjuk pada contoh padi di papan herbarium. Dengan muka marah.
Pendamping tidak langsung menanggapinya malah berujar.” Begini, lebih baik diselesaikan dulu data yang ditemukan dari lapangan di papan herbariumnya.”
Peserta dengan jumlah 30 orang petani di SLPO Makamenggit tidak ada yang berani angkat bicara lagi. Mereka menulis apa yang diintruksikan oleh pendampingnya.
Sebagian ada yang cemberut, muka masam, tapi ada juga yang biasa-biasa saja.Selesai menulis di papan herbarium   perwakilan kelompok kelompok peserta program untuk tampil ke depan mempresentasikann  yang ditemukan di lahan belajar.
Namun setiap peserta tetap saja muaranya bertanya, kenapa dengan pola yang baru mereka pelajari tanaman padinya kurang sesuai dengan yang di harapkan?
"Handuka eti." katanya dengan bahasa sumba.
“ Jangan-jangan kita ini ditipu dengan topeng program, kalau benar siapa mau bertanggung jawab? Kita ini sudah kena becana kelaparan, datang orang baru dengan janji manis .”  Bisik seorang anggota yang duduk paling belakang pada temannya.
“kita potong saja rame-rame, beres.” Selanya asal bicara.
Kemarahan , jengkel, kecewa hari ini merasuki jiwa peserta, 
Hari sudah sore. Langit digelayuti awan hitam,mendung. Mungkin  sebentar  lagi turun hujan.Para petani pulang ke rumahnya masing-masing dengan membawa sejuta kemarahan, kekecewaan, diselimuti kabut ketidakpahaman.
Lahan belajar merupakan guru, lahan belajar merupakan perpustakaan alam bagi petani dan sekaligus sebagai laboratorium alamnya para petani. 
“Dasar orang baru penipu…!!” mungkin teriaknya begitu, sesampainya di rumah .
 (Radita)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar