Senin, 28 Maret 2016

TANAM PADI CARA MAJU : Rahmat Adinata

Tanam Padi Pola SRI
tidak perlu mengeluarkan biaya cabut bibit

Pertama kali Di Sumba
Cukup dengan pelepah Pisang
sangat sederhana bagi petani
Awal mula dan pertama kali di Nusantara ini tanam padi pola SRI dengan cara maju dikenalkan di  Pulau Sumba,NTT. Tepatnya daerah Lairina ,Desa Tanarara,Kecamatan Lewa Kabupaten Sumba Timur. Di lokasi kebun model Sumba Lima Organik,pada bulan juni tahun 2015. Kemudian berlanjut di Desa Palanggay ,Kecamatan Pahunga Lodu, bulan Agustus tahun 2016, dalam program SPARC-UNDP bersama Koppesda,Sumba,NTT
Selanjutnya tanam padi maju dengan bibit padi hitam dipraktekan pula di Desa Dasaelu,Makatul kabupaten Sumba Tengah,lahan milik pak Sofren Marisi. Untuk praktek tanam maju pada padi sawah  dengan pola SRI (system Rice of Intensification) terahir pada program SPARC-UNDP di Desa Rakawatu,Kecamatan Lewa,Kabupaten Sumba Timur.pada tanggal 8 pebuari-2016.

Awalnya Masyarakat Menolak
Ketika pertama kali dikenalkan tanam padi cara maju,awalnya petani bingung sebab selama ini tanam mundur(Tandur) dan hanya di budidaya padi gaya tanamnya yang mundur.Kebiasaan masyarakat petani di pulau Sumba tanam padi menggunakan tali sebagai jarak tanam.jarang dan hampir tidak ada ketika tanam padi sawah menggunakan caplak sebgai jarak tanamnya.
“Kebiasaan tanam mundur sudah sejak lama  turun temurun dari nenek moyang,masa harus tanam maju,terus tidak pakai tali lagi bingung saya kang..” ujar  John Tnagguh salah seorang petani di Desa Dasaelu,Makatul Sumba Tengah.agak sedikit pesimis dengan tanam padi cara maju.
“Apakah nanti tidak terinjak saat melakukan tanam maju,padahal bibit padi yang kita tanam baru berumur 8 hari baru keluar tiga atau empat daun kecil.?” Tanya Umbu Tana Homba saat praktek di lahannya daerah Rakawatu Sumba Timur.

Penyerahan bibit pada Petani
Jawaban dari  Praktek
Praktek Tanam maju
di Sumba Tengah
Rasa penasaran,pesimis,bingung  bahkan mungkin jengkel sebab kebiasaan harus segera diganti dengan kebiasaan baru.Tanam dengan menggunakan caplak sebagai alat ukur jarak tanam,tidak menggunakan tali lagi adalah sesuatu hal yang berat bagi mereka. Namun setelah dipraktekan,barulah mereka paham dan mengerti.Sebab hasil pencaplakan sudah ada jejak untuk jarak tanam.

“Awal mulanya memang ragu namun setelah praktek langsung ternyata sangat mudah,padahal baru pertama kali melakukan.” Ujar John Tangguh ,Petani dari Sumba tengah sudah tidak bingung lagi seperti dugaan sebelumnya.
Lain pendapat John Tangguh ,lain pula pendapat mama Dorkas dari Desa Rakawatu. “ Dengan adanya pencaplakan dan tanam maju ternyata lebih mudah serta lurus,berbeda saat kita tanam mundur pasti ada yang bengkok .Tidak ada kesulitan sedikitpun.” Kata mama Dorkas menjelaskan pengalaman yang baru dijalaninya.

Hanya Merubah Paradigma
Baik tanam mundur maupun tanam maju sama- sama tanam padi. Merubah paradigma masyarajat petani bisa dikatakan gampang,namun jangan menganggap enteng.Tanam maju hanya untuk merubah paradigma petani,jika ingin maju jadi petani tanampun harus maju,tidak mundur lagi seperti kebiasaan.
Sosok petani merupakan makhluk yang paling berjasa bagi negara ini,sebab jika tidak ada petani kita mau makan apa..? bisa dibayangkan andai pangan kita terganggu dengan jumlah populasi penduduk semakin bertambah,maka kestabilan sosial dan politik akan terganggu. Hargailah jasa petani dan jangan dijadikan obyek !


“Jangan bicara produksi dan swasembada pangan,jika petaninya tidak dimuliakan...!!”

Rahmat Adinata,Pengurus Nasional Gerakan Petani Nusantara( GPN)
(Waingapu,Sumba Timur,NTT . 28/3/16)